Lihat ke Halaman Asli

Ngobrolin Anime, Kartun, dan Sejenisnya

Diperbarui: 23 Desember 2018   20:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Musim liburan kali ini, saya berkesempatan untuk nonton televisi sedikit lebih banyak dari hari biasa. Saya lihat beberapa stasiun televisi mengulang tradisi yang sama untuk memutar beberapa film peneman liburan yang saya nanti, Home Alone misalnya--dan beberapa film baru yang tayang tahun ini. Tetapi yang tetap saya cari satu, yaitu kartun.

Tidak perlu pusing meributkan istilah kartun atau anime, kita samakan saja dalam tulisan ini. Lahir di generasi 90'an, dulu saya terbiasa menyaksikan aneka film kartun diputar di televisi setiap akhir pekan. Apalagi setiap liburan, biasanya durasi ditambah sedikit lebih lama dan membuat hati gembira. Berhubung saya masih punya adik kecil, ia pun juga menikmati beberapa film kartun di televisi. Tapi oh tetapi, rupa-rupanya saat ini kartun berbeda dari zaman dahulu.

Tak ada lagi Doraemon. Tak ada lagi Sinchan. Chibi Maruko-chan, Popolocrois, Dragon Ball, Samurai X, Ninja Hattori, Power Puff Girls, Inuyasha, Power Rangers, Ultraman, Pikachu, atau P-Man, dan Detektif Conan.  Tak ada lagi Tom and Jerry serta Sailor Moon. Dulu, kami terbiasa menyaksikan aneka kartun itu meskipun terasa tidak masuk akal. Apalagi ditambah spekulasi macam-macam seperti ((Doraemon mengajarkan hal tak baik, meminta pada selain Allah! Tom and Jerry banyak kekerasan! Sinchan anak kecil yang dewasa sebelum waktunya! dst dst)) itu. 

Jangan tanya juga bagaimana buruknya Power Ranger yang penuh adegan pukul-pukulan itu. Hoh. Imajinasi kami masih murni, bung, dulu nonton kartun sebatas diniatkan hanya sebagai hiburan. Spongebob Squarepants pun sempat kena sepak sebelum akhirnya diprotes netizen dan akhirnya ditayangkan kembali. Saya jadi berpikir, apakah tayangan ekstrem seperti Fear Factor akan mendulang petisi jika ditayangkan pada tahun-tahun ini? 

Kembali ke kartun. Kartun adalah tayangan imajinasi. Ingat, imajinasi.

Artinya, segalanya bisa terjadi dalam kartun. Binatang yang berbicara, melintasi waktu, atau menjadi seorang super hero, bahkan berambut merah kuning hijau biru orens pun semuanya sah-sah saja. Namanya juga khayalan. Tetapi penonton yang baik seharusnya bisa tetap membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Kadang-kadang orang dewasa suka menghakimi hal yang tidak mereka rasakan. Kartun dirasa membawa hal-hal buruk. Buktinya, anak-anak generasi 90'an tetap tumbuh dan berkembang, nyaris melupakan apa yang mereka tonton dahulu--termasuk animenya. 

Saya sudah dewasa, tetapi tetap suka nonton kartun. Karena begini, kartun, sebagaimana diwakilkan oleh karakter-karakter itu, menampilkan secara tidak langsung bagaimana sifat kita sehari-hari. Saya selalu yakin setiap manusia punya dua sisi; sisi yang kita suka dan sisi yang tidak kita suka. Semua manusia seperti itu. Lalu, apa artinya? Tetap saja kita harus bersosialisasi, bergaul dengan orang lain!

Misalnya, Nobita. Semua orang akan ingat dengan anak kelas 5 SD yang lamban, bodoh, hampir selalu mengandalkan Doraemon dalam bertindak. Itu sisinya yang tidak kita suka. Tetapi, coba lihat lagi, di sisi lain Nobita adalah anak yang baik. Ia tahu teman-teman, orang tua, dan gurunya sering sebal padanya, tetapi toh ia tetap menjalani hari dengan suka duka. Kenapa kita tidak? 

Yha itu karena pengarangnya menginginkannya untuk tetap melanjutkan hidup!

Oh, ayolah. Bukankah kita juga begitu?

Pada akhirnya anime adalah refleksi kehidupan kita sehari-hari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline