Lihat ke Halaman Asli

Nurrahman Fadholi

Mahasiswa, pengajar, penulis

Tanggal 7 September Seharusnya Diperingati Sebagai "Hari Keberagaman Nasional"

Diperbarui: 7 September 2024   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simbol pluralisme (foto: artikula.id)

Pluralisme merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap menjaga keunikan budaya masing-masing. Kata pluralisme terdiri dari dua kata, yaitu plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti paham atas keberagaman. Pluralisme sendiri telah diterapkan di Indonesia sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid sehingga muncul kepercayaan baru, seperti Konghucu dan Kaharingan. Sebagai contoh, pada era pemerintahan Gus Dur, perayaan hari raya Imlek diperbolehkan untuk dirayakan secara terbuka setelah pada pemerintahan presiden Soeharto, Imlek sangatlah dilarang untuk dirayakan di Indonesia. Maka tidak heran jika presiden Indonesia ke-4 ini mendapatkan julukan "Bapak Pluralisme Indonesia".

K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (foto: kompas.com)

Selain menjadi julukan, seharusnya pluralisme ini diperingati sebagai hari nasional, seperti halnya Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei, mengacu pada hari kelahiran sang pelopor pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Peringatan hari nasional ini bisa disebut sebagai "Hari Keberagaman Nasional", yang seharusnya diperingati setiap tanggal 7 September, mengacu pada hari kelahiran K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun hari peringatan ini kemungkinan bisa saja simpang siur dikarenakan terdapat dua versi tanggal lahir Gus Dur yang dipercaya oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini, yaitu 4 Agustus dan 7 September. Hal ini juga terjadi pada peringatan Hari Musik Nasional yang diperingati tanggal 9 Maret setiap tahunnya yang mengacu pada hari kelahiran komposer lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf Soepratman. Namun sayangnya, terdapat pro dan kontra tentang hari peringatan tersebut karena sebagian masyarakat mempercayai bahwa W.R. Soepratman lahir pada tanggal 19 Maret, bukan 9 Maret. Meskipun terdapat pro dan kontra tentang hari kelahiran sang komponis yang wafat pada 17 Agustus 1938 ini, namun presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menetapkan bahwa tanggal 9 Maret diperingati sebagai Hari Musik Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2013 tentang Hari Musik Nasional dan hingga sekarang, para musisi Indonesia selalu memposting tentang peringatan Hari Musik Nasional setiap tanggal 9 Maret di akun media sosialnya.

Mengacu terhadap perbedaan tanggal lahir Gus Dur yang ganda, terdapat kesalahan Siti Solichah, ibunda Gus Dur yang saat itu tengah mendaftarkan anaknya itu untuk masuk sekolah. Siti Solichah menyebut bahwa tanggal lahir Gus Dur adalah tanggal 4 bulan 4. Namun petugas registrasi di sekolah Gus Dur itu menganggap bahwa tanggal lahir Gus Dur adalah 4 Agustus, padahal sebenarnya ibunda Gus Dur mengacu pada kalender Hijriyah yang maksudnya adalah 4 Sya'ban atau bertepatan dengan tanggal 7 September. Jika setiap orang mengetahui ini, maka tidak ada kerancuan dalam tanggal lahir Gus Dur. Namun semasa hidup, Gus Dur pun tidak mempermasalahkan tentang tanggal lahirnya. Namun di Wikipedia atau sumber lain yang terpercaya, Gus Dur lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur. Jadi, tanggal lahir resmi Gus Dur adalah 7 September dan pada tanggal tersebut bisa diperingati sebagai Hari Keberagaman Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline