Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akhir-akhir ini menimbulkan kontroversi. Mulai dari sistem zonasi yang merupakan kebijakan di era Mendikbud Muhajir Effendy hingga batas umur dalam pendaftaran PPDB. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat terutama dalam sistem zonasi. Sistem ini sangatlah mengekang para calon siswa baru karena adanya sistem ini, calon siswa baru sangat dipusingkan dengan menghitung jarak dari rumah ke sekolah. Padahal sebelum adanya sistem zonasi, calon siswa baru bisa mendaftar di sekolah mana saja, asalkan nilainya memenuhi syarat.
Kebijakan tersebut sangatlah menjadi beban bagi orang tua siswa dan siswa itu sendiri. Sangatlah berbeda jauh saat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Muhammad Nuh pada tahun 2009 hingga 2014. Kebijakan-kebijakan tersebut tidak ada saat Muhammad Nuh menjabat sebagai menteri pendidikan. Para siswa saat itu, termasuk saya sangat senang karena merasa terbantu dengan kebijakan beliau seperti, bisa mengikuti ujian ulangan saat dinyatakan tidak lulus pada Ujian Nasional 2010. Kala itu, aku tidak lulus SMP dan merasa terbantu dengan adanya ujian ulangan. Jadi, saya tidak perlu mengikuti ujian Kejar Paket B yang kala itu ijazahnya dipandang sebelah mata. Lalu pada Ujian Nasional 2013, nilai rapor menjadi acuan untuk kelulusan. Kebijakan itu sangatlah membantu bagi siswa yang nilai ujiannya kurang dari 5,5 namun jika nilai rapornya bagus, tetap saja bisa lulus. Kebijakan Muhammad Nuh memang sangatlah membantu, bukan malah menyulitkan siswa. Jadi, jangan heran kalau siswa era 1990-an hingga 2000-an lebih pandai daripada siswa era sekarang. Mau masuk sekolah saja dipersulit. Dengan kebijakan yang tanpa kontroversial, sudah selayaknya Muhammad Nuh dikategorikan sebagai Menteri Pendidikan terbaik. Terima kasih Pak Muhammad Nuh.