11 Juni 2004 menjadi duka paling mendalam bagi Keraton Kasunanan Surakarta dan tentunya warga Kota Surakarta. Pakubuwana XII, pemimpin Keraton Kasunanan Surakarta mangkat. Pakubuwana XII yang memiliki nama asli Raden Mas Suryo Guritno mangkat setelah 59 tahun lamanya berkuasa sebagai Susuhan di Keraton Kasunanan Surakarta. Saat menjabat sebagai pemimpin di Keraton Solo ini, Pakubuwana XII masih berusia 20 tahun. Ia menggantikan ayahnya, Pakubuwana XI yang telah mangkat pada 1 Juni 1945, dua bulan sebelum Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Saat awal kepemimpinannya, Pakubuwana XII dan Mangkunegara VIII secara terpisah mengeluarkan dekret (maklumat) resmi yang berisi tentang pernyataan bahwa Keraton Surakarta ikur memberikan dukungan terhadap Republik Indonesia. Pada 6 September 1945, kedua raja yang berkuasa di Surakarta ini mendapatkan Piagam Penetapan Daerah Istimewa dari Presiden Soekarno.
Sejak saat itulah, Daerah Istimewa Surakarta terbentuk. Namun sayangnya, belum genap setahun Surakarta menyandang status Daerah Istimewa, pemerintah Indonesia membekukan status tersebut pada 1 Juni 1946 atas desakan Jenderal Sudirman. Sejak saat itu hingga sekarang, Surakarta hanya berstatus karesidenan dan saat ini berstatus Kotamadya yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Pakubuwana XII yang semulanya juga memimpin Daerah Istimewa Surakarta, hanya menjadi pemimpin Keraton Surakarta.
Selama masa kepemimpinannya, Republik Indonesia mengalami cobaan berat karena terjadinya Perang Revolusi Fisik. Pada masa Revolusi Fisik, ia memperoleh pangkat militer kehormatan (tituler) Letnan Jenderal dari Presiden Soekarno. Karena kedudukan itu, ia sering diajak mendampingi Presiden Soekarno meninjau ke beberapa medan pertempuran. Setelah Republik Indonesia sudah benar-benar merdeka, Pakubuwana XII tetap memimpin Keraton Kasunanan Surakarta hingga akhir hayatnya pada 11 Juni 2004.
Seusai mangkatnya Pakubuwana XII, konflik internal terjadi di tubuh Keraton Kasunanan Surakarta. Terjadi perebutan kekuasaan antara KGPH. Hangabehi dengan KGPH. Tejowulan. Mereka masing-masing menyebut dirinya sebagai Pakubuwana XIII walaupun akhirnya KGPH. Hangabehi yang diangkat sebagai Pakubuwana XIII pada 10 September 2004. Meskipun KGPH. Hangabehi telah diangkat sebagai Pakubuwana XIII, konflik di tubuh keraton masih terjadi karena KGPH. Tejowulan bersama para pendukungnya menyerbu dan mendobrak pintu Keraton Surakarta. Konflik tersebut akhirnya berakhir pada tahun 2012 atas prakarsa Wali Kota Surakarta, Joko Widodo. Penandatanganan rekonsiliasi antara KGPH. Hangabehi (Pakubuwana XIII) dan KGPH. Tejowulan dilaksanakan pada 4 Juni 2012 di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta. Penandatanganan ini disaksikan oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie, pimpinan Komisi II, IV, dan IX DPR RI, perwakilan Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, Wali Kota Surakarta Joko Widodo, dan beberapa orang lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H