Lihat ke Halaman Asli

Nurrahman Fadholi

Mahasiswa, pengajar, penulis

Mudik Bukan Ajang untuk Pamer

Diperbarui: 13 April 2022   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemudik yang sedang di terminal. (sumber: sindonews.com)

Pada tahun 2022 ini, pemerintah telah memperbolehkan para perantau untuk mudik demi bisa bertemu dengan keluarganya maupun koleganya yang berada di kampung namun dengan syarat sudah melakukan vaksinasi dosis ketiga. Hal ini memberikan angin segar bagi para perantau yang sudah merindukan kampung halamannya setelah dua tahun tidak diperbolehkan mudik akibat pandemi Covid-19. Pada tahun ini adalah kesempatan bagi para perantau yang ingin segera melepas rindu terhadap keluarganya di kampung.

Budaya mudik sudah terjadi pada beberapa tahun yang lalu. Mudik seringkali dilakukan saat libur menjelang hari-hari besar keagamaan seperti, Idul Fitri dan Natal. Selama berada di kampung, para pemudik memanfaatkan waktunya untuk bercengkerama dengan keluarganya hingga waktu liburan berakhir.

Jika dulu para pemudik kebanyakan menggunakan transportasi umum seperti bus, kereta api, dan pesawat terbang, maka saat ini banyak pemudik kebanyakan menggunakan kendaraan pribadi yang pada umumnya adalah mobil. Maka tidak heran jika saat arus mudik terjadi, jalanan sering macet karena banyaknya kendaraan pribadi yang melintas. Salah satu alasan mudik dengan menggunakan kendaraan pribadi adalah supaya bisa bebas berhenti dimana saja karena jika menggunakan kendaraan umum tidak akan bisa seperti itu. Pemudik bisa berhenti di toko oleh-oleh dan membeli oleh-oleh untuk keluarganya. Sebenarnya, menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum itu sama saja memakan banyak waktu tergantung jarak antar kota ataupun pulau.

Jika menggunakan kendaraan pribadi, harus memerlukan waktu yang lama untuk sekedar beristirahat di rest area atau hotel jika merasakan kelelahan saat mengemudi.

Selain itu, mudik menggunakan mobil bisa juga dijadikan untuk ajang pamer bagi pemudik. Karena jika sudah memiliki mobil, maka yang bersangkutan sudah dianggap sukses saat bekerja di kota. Jika hal ini terjadi, maka tujuan semula orang-orang melakukan mudik akan bergeser yang mulanya untuk bersilaturahmi kepada orang tuanya yang sudah lanjut usia menjadi pamer kepada keluarga dan tetangga-tetangganya. Fenomena ini akan berimbasnya ledakan penduduk di ibukota karena hal ini bisa menjadi daya tarik bagi para tetangga pemudik yang ada di kampung untuk mencari pekerjaan di ibukota agar bisa memiliki mobil.

Jika hal ini benar terjadi, maka angka pengangguran di Jakarta akan bertambah sehingga para penduduk Jakarta asli akan susah mendapatkan pekerjaan di kotanya sendiri seperti yang terjadi dalam cerita sinetron Si Doel Anak Sekolahan, yang menceritakan bahwa Si Doel yang anak Betawi asli tidak mendapatkan pekerjaan di kotanya sendiri, padahal dia seorang insinyur. Fenomena tersebut terjadi karena banyaknya pendatang yang bekerja di ibukota akibat tergiur oleh temannya yang sukses di Jakarta. Akibatnya, banyak pendatang dari kampung yang merantau di Jakarta demi sebuah pekerjaan dengan gaji yang lumayan besar.

Jadi, mudik semestinya tidak digunakan untuk pamer sana-sini, melainkan untuk melepas rindu terhadap keluarga yang jauh di sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline