Salak merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis dan peluang pasar yang cukup luas, baik dalam maupun luar negeri. Di Indonesia, salak memiliki varietas dengan rasa, wujud dan aroma yang berbeda. Meski begitu, ada satu yang paling menarik yaitu Salak Pondoh, mengapa?
Tak lain tak bukan karena rasa manis dan tidak asam atau sepat yang dimilikinya, meskipun buahnya masih muda. Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Barantan Kementan) dalam Kompas.com (24/3/2017) berkata,”Buah salak asal Indonesia ini sangat disukai banyak orang, terutama Salak Pondoh”, ia juga menambahkan cita rasa nan manis, tekstur garing, dan aroma nan sedap yang membuat buah ini disukai. Pernyataan ini didukung dengan keberhasilan buah ini menembus pasar internasional, salah satunya di Negeri Kiwi, New Zealand yang terkenal dengan standar phytosanitary yang tinggi.
Salak Pondoh dikenal berasal dari Sleman, D.I. Yogyakarta, hal ini karena Kabupaten Sleman merupakan daerah dengan produksi Salak Pondoh terbesar jika dibandingkan dengan daerah lainnya dengan Kecamatan Turi sebagai daerah dengan produksi tertinggi (BPS, 2016). Produksi salak ini memang meningkat, bahkan telah sampai ke Negeri Kiwi, New Zealand.
Tetapi hal ini tidak berbanding lurus dengan pemanfaatan limbah salak, karena konsumsi hanya terpusat pada daging salak, padahal masih ada kulit dan biji salak yang begitu banyak manfaatnya, khususnya kulit salak. Uji fitokimia membuktikan bahwasanya kulit salak mengandung flavonoid, tanin dan sedikit alkaloid, sehingga kulit salak bersifat sebagai antidiabetes karena adanya senyawa tersebut.
Karena itu, hal inilah yang melatar belakangi empat mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta untuk melakukan Program Kreativitas Mahasiswa dalam bidang kewirausahaan (PKM-K), tim ini dibimbing oleh Heni Handri Utami, SP., MM. selaku dosen pembimbing dan diketuai oleh Ardiansyah Sanjaya (Agroteknologi 2017) serta beranggotakan Qurrotul Uyun (Agroteknologi 2017), Annis Muthia Arifani (Agribisnis 2017) dan Nur Prangawayu (Teknik Industri 2018).
Dengan mengawinkan keilmuan Teknik Industri, Agroteknologi dan Agribisnis, Wedhang Zalacca Bubble hadir. Produk ini hadir bukan untuk bersaing dengan UMKM, tetapi untuk membersamai guna mencapai kejayaan dan akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan. Hal ini dengan menjadikan UMKM pengolah salak lain sebagai mitra usaha, baik dalam hal bahan baku berupa kulit salak dan buah salak dari UMKM pengolah salak di daerah Turi, hingga biji salak yang belum bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku UMKM lain yang mengolah biji salak.
“Saya sebelumnya tidak menyukai wedhang karena rasa jahe nan pedas dan aroma nan kuat yang begitu kental, tetapi dengan minuman ini siapapun anak muda saya yakini berubah menjadi menyukai wedhang”, kata Nur Prangawayu.
Ia menambahkan kalau Wedhang Susu Zalacca Bubble hadir selain untuk memanfaatkan kulit salak yang sedikit pemanfaatanya, tetapi juga untuk menaikkan popularitas dari wedhang di kalangan anak muda atau milenial, yaitu dengan menggunakan bubble berbahan dasar salak sehingga wedhang akan terasa manis dan memiliki aroma campuran salak dan jahe yang menggugah. Saat ini, tim PKM-K UPNVY ini telah mengembangkan variasi rasa dan komposisi menjadi beragam, yaitu rasa taro, strawberry, dan brown sugar dengan pilihan komposisi susu orisinal atau susu skim rendah lemak.
Meskipun dihadang dengan pandemi COVID-19, Ardiansyah dan tim tetap yakin bahwa Program Kreativitas Mahasiswa ini selain akan membawa profit yang besar, tetapi juga akan membawa kebermanfaatan secara sosial kepada masyarakat sehingga dapat terus berlangsung dan berkelanjutan meskipun Program Kreativitas Mahasiswa telah berakhir.