Lihat ke Halaman Asli

Nurolll27

Tak ada yang tak bisa sebelum kita mencoba

Mulanya girang menjadi garing liburan yang suram

Diperbarui: 29 Maret 2020   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto by: boombastis.com


Selepas di tetapkanlibur semua siswa dan mahasiswa merasakan kenikmatan yang tiada tara, namun semua menjadi kenyut usai di beri pengetahuan tetap belajar di rumah atau yang sekarang di sebut kuliyah daring atau kuliyah online, dalam sehari kegembiraan menjadi Mala petaka. Bagaimana tidak liburan yang dulunya dinanti nanti malah menjdi anti anti bagi kami, dengan segala tugas tugas perharinya jika dibahayangkan dengan kuliyah seperti biasanya mungkin dalam sehari itu tidak ada tugas, bahkan terkadang kami pulang dengan tangan hampa ya karena dosennya tak kunjung tiba.


Bukan hanya itu kami harus selalu update dalam berbagai berita mengenai kuliyah, ya itu bisa dilakukan dengan kuota yang banyak dan jaringannya 4g, menjadi hambatan bagi yang tinggal di perkampungan bahkan yang dekat dengan pergunungan dengan hambatan  jaringan kami harus keluar rumah hingga ketangah hutan, daerah nagan raya tepatnya Beutong ateuh misalnya kami harus keluar dari rumah demi untuk bisa mengikuti mata kuliyah dengan cara turun ke tengah hutan bahkan ada yang manjat pepohonan.

Untuk seluruh pendidik yang ada di seluruh Indonesia terkhusus untuk dosen kami di perguruan tinggi agama Islam (STAIND) Meulaboh, untuk melihat dan menimbang untuk kami, bukan keluhan atau kemalasan dengan tugas yang bapak ibu dosen berikan namun memang benar adanya itu kewajiban kami sebagai mahasiswa, namun lihatlah situasi dan kondisi yang sedang terjadi, kami di minta untuk tetap dirumah saja namun tugas yang bapak ibu berika menyudutkan kami untuk keluar dari zona yang sudah di tetapkan, dan kami pun bukan semuanya keluarga yang berstatus mampu bahkan kami harus bekerja untuk mendapatkan sesuap nasi.

Ibu bapak dosenku apa ini kemauan kami? apa ini salah kami?
bukankah kita semua korbannya tapi mangapa dengan kondisi ini kami diperlakukan seperti robot seakan akan tidak ada lelahnya, belom selesai ini malah di suguhkan yang lain pula, mohon bapak ibu berpikir sejenak  kerja kami bukan ini saja kami harus bagi waktu dengan segala kewajiban kami lainnya, membantu orang tua dan juga bekerja.

 Dalam kondisi tragis dengan ekonomi yang minim membuat kami semakin terjatuh bagaimna tidak belom genap sebulan kami belajar seperti biasa dan baru saja kami melakukan pelunasan SPP, kami harus melakukan hal yang tak pernah kami bayangkan apa bisa kami memberontak?
Apa bisa kami meminta hak kami untuk dikembalikan?
Itu semua tidak kami hiraukan karna memang bukan kesalahan siapapun kondisi ini sangat kacau, maka apa semua ini tampak  adil bagi kami?.

Marilah berfikir sedikit saja tidak ada yang patut disalahkan berikan kami keluasan sejenak dengan kebosanan dan kelelahan, kami hanya butuh sedikit pengertian bukan pengasihan tampa mengalihkan segala kewajiban kami sebagai pelajar yang harus menentut ilmu sepanjang jalan tak ada kata henti, namun dari kata tidak henti hentinya itu bukan berarti sepanjang jaman berikan kami sedikit perpikir untuk melanjutkan mimpi yang sudah usang.

Kami lelah bapak ibu tidur kami terganggu dengan fikiran yang tak tenang bagaimana kami menjaga kesehatan sedang untuk makan pun tidak tertelan, hal yang paling susah itu bukanlah mengerjakan namun hal yang paling susah itu memikirkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline