Lihat ke Halaman Asli

Cuek Itu Dira

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13310903931011453162

Dinda : “Dia manis hari ini :)

Tia : “Keren dengan jaket merahny”

Dinda : “Eh, Tia…apa-apaan sih kamu, aku lebih duluan suka tau sama dia, mundur deh kamu…!”

Tia : “Walaupun kamu suka duluan sama dia, belum tentu juga dia sukanya sama kamu”

Sinta : “Dira itu mirip banget sama mantanku, makanya aku suka banget sama dia”

Reni : “hhahha…si cuek, aku suka”

Itu lah percakapan yang selalu memenuhi dinding grup “Cuekz fansclub”, grup yang aku buat di facebook untuk fans nya si cuek, sahabatku Dira yang terkenal cuek sejagad raya. Anehnya, yang jadi anggotanya itu semuanya sekelas sama aku dan Dira. Aku Cuma bisa geleng-geleng kepala dan tertawa lepas saat membaca percakapan yang semakin hari semakin ramai itu. Awalnya Cuma si Dinda dan Tia yang mengaku suka sama Dira, tapi sekarang sudah hampir semua mahasiswi sekelasku mengaku kalau mereka suka sama Dira.

Dira berkepribadian unik, beda dari yang lain. Dia memang manis tapi cuek, dia punya postur tubuh yang jangkung dengan kaki yang jenjang, persis seperti pria idamanku sejak dulu, aku memang suka Dira, tapi tidak pernah berpikir untuk suka padanya seperti Dinda ataupun Tia yang berharap akan menjadi kekasih Dira dari dulu. Aku bangga punya sahabat yang jadi shining star di kelasku.

Aku sudah mengenal Dira sejak setahun yang lalu, mengenalnya sebagai sosok cuek yang misterius. Entah bagaimana cara dan prosesnya hingga aku bisa bersahabat dengannya, yang aku tau…Dira tidaklah secuek yang aku bayangkan, dia punya sisi gila sepertiku, dia selalu melakukan tindakan yang berhasil membuatku tertawa, kami berdua pun jadi selalu bersama, nama panggilanku untuknya adalah cuek dan dia selalu memanggilku dengan sebutan bodoh walaupun aku punya nama yang bagus “Mita”, itu karena aku memang terkenal paling heboh di kelas dengan semua tingkah gilaku tanpa peduli dengan keadaan sekitar. Dia memang hanya sesekali melemparkan suaranya, aku bahkan tidak bisa tau kapan dia jengkel, kapan dia marah, dan kapan dia bahagia. Tapi aku bisa ingat setiap lekukan bibir dan matanya ketika dia tersenyum, manis sekali.. aku paling suka melihatnya jika menggunakan t-shirt hitam polos dengan padanan jeans warna biru yang sudah sedikit pudar sambil menyelempang tas samping kecil yang ditempatkan di dasar punggungnya. Tampak mencerminkan pribadi cueknya, seperti urakan, tapi membuat teman-temanku jadi semakin mengeluk-elukkannya, walaupun dia tidak pernah peduli dengan itu.

“Eh cuek, Dinda tu suka banget sama kamu sejak dia pertama kali ngeliat kamu. Cieeee……” godaku sambil memasang ekspresi mengejek.

Dira hanya memasang ekspresi datar, aku lalu mulai mengejeknya lagi untuk memancingnya mengeluarkan suara..

“Bukan Cuma Dinda lohhh.., si Tia juga tuh, katanya dia ketemu kamu kemarin di jalan, trus dia bilang katanya kamu keren banget make jaket merah..hhahha..”

“Ah, asal kamu…!” seru Dira dengan tetap memasang muka datarnya, yang pastinya aku berhasil membuatnya benar-benar mengeluarkan suaranya..

Begitulah Dira, cuek dengan segala hal yang dianggapnya tidak penting, entahlah..tapi sepertinya dia memang tidak pernah tertarik dengan urusan percintaan. Buktinya..,sejak aku mengenalnya, aku sama sekali tidak pernah mendengarnya punya pacar.

Aku suka sekali mengganggunya, rasanya bahagia jika melihatnya merasa terganggu, sangat lucu, membuat usus-ususku seperti menggeliat tak tertahan dan itu sangat menggelikan.

*****

Hari ini Dira kelihatan berbeda, dia kelihatan pucat, lingkaran sekitar matanya kelihatan sedikit hitam, dan aku lalu tersadar dia jadi semakin kurus. Hari ini Dira juga jadi sering batuk sambil memegang dadanya, mungkin batuk membuat dadanya jadi sakit. Aku ingin bertanya pada Dira, tapi aku ragu karena takut Dira akan menganggapku berlebihan, jadi aku hanya diam dan memperhatikan setiap tingkahnya hari itu sambil berpura-pura tetap dengan kehebohanku seperti hari-hari sebelumnya.

Besok adalah waktunya menyetor tugas pendahuluan sebelum praktikum, laptopku rusak jadi kuputuskan mengerjakannya di rumah Nina temanku, tapi karena sudah malam maka kuputuskan untuk meminta Dira mengantarkanku kesana..

“Halo…” sahut Dira dengan suara yang loyo sekali..

“Cuek…,antar aku ke rumahnya Nina donk, udah malem nih..aku gak berani keluar sendirian”

“kepalaku sakit bodoh…”

Aku lalu terdiam sejenak, ternyata Dira memang benar-benar sakit..

“yahh…gimana donk…”

“aku suruh Arman aja yah..”

“Oke deh…aku tungguin yah..”

Arman datang, Dira benar-benar meminta Arman mengantarkanku… di sepanjang jalan hanya ada Dira di kepalaku, aku belum pernah mendengar Dira sakit sebelumnya, aku jadi takut..

Handphone di saku jaketku bergetar, aku berusaha meraihnya, itu telefon dari Dira, aku bergegas mengangkatnya..

“Halo..”

“Gimana…, Arman datang jemput kamu kan bodoh?” tanya Dira masih dengan nada suaranya yang lemah.

“iya.., ini sekarang aku sudah di jalan kock”

“baguslah…”

Tit…tit…tit…, panggilan itu berakhir dengan sangat cepat. Dira memang selalu seperti itu, bicara seadanya dan seperlunya. Sebelum Arman pergi, aku titip sekotak minuman rasa jambu dan makanan kecil untuk Dira dengan harapan Dira akan merasa lebih baik.

Malam itu aku benar-benar gelisah sampai getar handphoneku mengagetkanku, aku cepat memeriksanya.., sebuah pesan dari nomor 085398340488. Aku tersentak, aku mengenal nomor itu, itu adalah nomor handphone Ray, kekasih yang begitu aku sayangi sebelum semuanya dibuat hancur karena Ray lebih memilih bersama seorang perempuan bernama Evi dibandingkan aku yang telah dua tahun lebih setia bersamanya. Aku mencoba membaca pesan itu,

“Hai…apa kabar!”

Aku masih merasa ragu membalasnya, tapi kucoba sedikit rileks,

“yah…kabar baik J

“Aku mau ajak kamu jalan, mau tidak? Mungkin pacarmu akan marah, jadi kamu ajak saja pacar kamu, nanti aku juga ajak Evi”

Entah apa maksud dari ajakan Ray, tapi dia bilang aku ajak pacarku padahal sejak putus dengannya, aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk punya pacar lagi, hatiku seperti dijadikan batu olehnya, tidak bisa jatuh cinta lagi. Tapi ada rasa gengsi untuk bilang bahwa aku masih sendiri dan membuatnya merasa di atas angin ketika tau aku masih belum bisa melupakannya. Maka kuputuskan mengiyakannya..

“hemmm…oke, nanti kita jalannya besok sore di pantai”

Ajakan itu benar-benar membuatku gelisah, satu-satunya orang yang bisa menemaniku adalah si cuek Dira tapi dia sedang sakit. Entah separah apa jatuhnya harga diriku di depan Ray ketika tau aku masih belum bisa melupakannya. Aku berpikir sejenak, aku lalu sadar mungkin inilah tujuan Ray mengajakku jalan dan menyuruhku mengajak pacar karena pasti dia ingin melihat sudah sejauh mana diriku melupakannya.

*****

Hari ini aku berencana memberitahu Dira tentang ajakan Ray semalam, berharap si Cuek bisa menemaniku agar Ray tidak menganggapku sepele.

Sekarang sudah pukul sepuluh tepat, angin sejuk masih agak terasa di sini dibandingkan di rumah kosku, itu karena kampusku bukanlah berada di tengah kota yang penuh dengan polusi udara dan kebisingan tapi bertempat jauh di ujung kota Bandung. Aku duduk melantai di lantai dua gedung perkuliahanku sambil memeriksa pemberitahuan facebook dan mengurus blog yang sudah seminggu lebih vakum karena aku sibuk dengan laporan praktikum hingga malas untuk posting tulisan. Aku menunggu Dira datang, mataku jadi tidak focus ke laptop yang aku pinjam dari temanku melainkan berusaha mengamati siapa saja yang telah melewatiku dan naik ke lantai tiga tempatku kuliah.

“Ohok..ohok..” Aku mendengar suara batuk yang tidak asing lagi di telingaku. Itu pasti Dira. Aku berusaha menjangkaunya dengan penglihatanku, perlahan-lahan suara sepatu yang sedikit menghentak tangga menuju lantai dua semakin mendekat. Aku berhasil mendapatkannya, itu memang benar Dira dengan kemeja berlengan panjang bermotif kotak-kotak kecil dengan kombinasi warna hitam dan ungu tua. Dia masih tampak sedikit pucat tapi agak lebih baik dari kemarin.

Aku berdehem sebentar lalu meneriakinya, Dira hanya melemparkan senyumnya dan semakin mendekatiku lalu duduk melantai tepat di samping kananku. Selang beberapa menit, aku mencoba berbicara padanya mengenai ajakan Ray semalam.

“Cuek, tau tidak, si Ray ajak aku jalan sebentar sore tapi dia maunya aku ajak pacarku dan dia ajak pacarnya!”

“Dia Cuma mau pamer karena dia tau kamu belum punya pacar”

“ya makanya itu sekarang aku mau ajak kamu, aku gak mau dia merasa di atas angin”

“Bodoh…jangan peduli”

“Ayolah…bantu aku  Dir…, kamu gak mau kan sahabat kamu dipermalukan” “Terserah deh, nanti hubungi aku kalau kamu sudah siap!”

Ternyata meminta Dira menemaniku tidak sesulit yang aku bayangkan, aku benar-benar senang karena aku yakin Ray tidak akan anggap aku sepele lagi. Lagi pula Dira lebih tampan dibanding Ray, Dira lebih jangkung dibanding Ray yang agak berotot dan aku lebih suka laki-laki yang dengan postur tubuh seperti Dira, mungkin memang aneh karena pada umumnya wanita lebih mengidam-idamkan laki-laki berotot. Dira juga memiliki senyum yang lebih manis dan mata yang lebih tajam dibandingkan Ray.

“Habislah kau Ray, aku akan sangat bangga membawa Dira untuk memperlihatkannya padamu walaupun sebenarnya Dira hanya seorang pacar bohonganku untuk hari ini. Beruntung aku punya sahabat setampan Dira.. hhahhahha….” Gumamku dalam hati.

Sore itu aku dijemput Dira tepat pukul empat sore, Dira mengenakan t-shirt hitam polosnya dan masih dengan jaket merah yang sering dipakainya. Ada rasa takut, takut sakit lagi melihat kenyataan bahwa Ray sudah mencintai gadis lain, tapi berpura-pura terlihat kuat adalah satu-satunya cara yang paling tepat untuk menemui Ray disore itu, lagipula ada Dira di sampingku maka aku yakin akan baik-baik saja.

Aku tiba di pantai yang dulu pernah kujejaki bersama Ray, dari kejauhan aku lihat Ray dengan jaket berwarna putih dan jeans hitam dan di sampingnya ada seorang gadis yang aku yakin itu Evi dengan t-shirt warna biru muda. Aku berjalan lebih dulu dari Dira, aku merasa benar-benar kuat, namun semakin lama langkahku semakin pelan, seperti ada beban berat yang diikat di pergelangan kakiku yang membuatku terseok-seok melangkah. Tapi tiba-tiba aku merasa ada kehangatan di telapak tanganku, angin yang tadinya seperti menjabat tanganku karena terasa begitu dingin sekejap menghilang, Dira menggenggam tanganku, aku tau dia hanya ingin menguatkanku dan itu berhasil, maka kuputuskan membalas genggaman tangannya dengan lebih kuat lagi, sekarang aku berjalan berdampingan dengan Dira. Entahlah, rasa takut yang tadi menggentayangiku terganti dengan rasa yang tidak menentu, aku merasa gugup berjalan seperti ini dengan Dira untuk pertama kalinya, aku juga merasa Dira berbeda hari ini, terlihat lebih dewasa dan lebih tenang, aku jadi merasa terlindungi. Aku tidak tau ini bisa kusebut apa, aku tidak ingin tersesat karena perasaan yang bisa saja tumbuh menjadi lain terhadap Dira. Tapi kulihat Dira biasa-biasa saja maka kuputuskan memanfaatkan ini untuk kuperlihatkan secara nyata di depan Ray.

“Hai Ray….!”

“Hei…kau sudah datang rupanya, oya, perkenalkan ini Evi, pacarku”

Ku sodorkan tanganku ke depan gadis yang bernama Evi itu, lengkap dengan senyuman manisku dan dia menjabat tanganku. Aku lihat gadis itu cukup ramah dan cantik, dia juga feminine, tentunya berbeda dengan diriku yang terkenal tomboy dan kekanak-kanakan. Sempat merasa iri, namun aku berhasil membunuh perasaan itu dengan memperkenalkan Dira pada Ray.

“Ini Dira…”, entahlah tapi aku benar-benar tidak tau memperkenalkan Dira pada Ray sebagai apa, tapi Dira langsung ambil tindakan yang membuat ku tersentak..

“Aku Dira, pacar Mita”

Aku lihat Dira seperti sangat yakin, tidak ragu-ragu dan tampak sangat bijaksana sedangkan Ray hanya bisa mengiyakannya dengan tersenyum kecut.

Percakapan kami berempat disore itu seperti sebuah petaka, rasa benciku pada Ray semakin bertambah lebih banyak dari sebelumnya, itu karena ia terus memasang muka angkuh seperti sudah paling menang. Aku tau itu karena Ray terus bercerita tentangnya dan Evi sementara Dira tidak bisa bicara apa-apa, Dira memang bukan tipe orang yang banyak bicara dan itulah yang membuatnya jadi unik dan berbeda dari yang lain.

Ray pamit pulang, aku merasa sangat senang, lepas dari singa buas yang angkuh itu. Aku dan Dira memutuskan tetap tinggal untuk beberapa menit lagi.

Matahari sebentar lagi akan tenggelam, langit mulai memerah karena pantulan sinar matahari. Bulatan matahari yang sangat Nampak di pantai ini benar-benar fenomena alam yang begitu indah. Aku menikmatinya bersama Dira sambil duduk di atas pasir  pantai itu.

“Eh cuek…”

“ya, kenapa?”

“Aku jadi lapar gara-gara liat matahari tenggelam”

“apa hubungannya?”

“soalnya mirip kuning telur favoritku,hhehhehhe….”

“Bodoh....”

Dira menjitak kepalaku pelan sambil tertawa kecil…

“Eh bodoh, kamu masih suka ya sama Ray?”

“hah….gak lah…,malah makin jengkel liat muka songong dia tadi”

“baguslah”

“memangnya kenapa?”

“ya gak, kalau kamu masih suka sama dia berarti kamu memang bodoh”

Dira benar, hanya gadis bodoh yang suka dengan Ray, laki-laki angkuh, pengecut, dan pengkhianat, dan aku beruntung bisa cepat menyadarinya. Aku benci Ray dan tidak akan peduli lagi padanya untuk apapun, itulah pelajaran yang kudapatkan hari ini.

Dira beranjak dari sampingku, ia seperti mencari sesuatu di sekitar tempatku duduk,

“Cuek..lagi cari apa?”

Dira tidak menggubrisku, aku memutuskan untuk tidak memperhatikan tingkahnya lagi dan kembali memusatkan perhatianku pada pergerakan matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.

Tiba-tiba Dira berdiri di hadapanku dan memegang sebuah patahan ranting pohon kecil.., ia tidak berkata apa-apa melainkan perlahan menulis di atas pasir yang ada dihadapanku. Aku perhatikan goresan-goresan kayu itu dengan seksama…

I – L – O – V – E – U – B – O – D – O – H

Tidak salah….tulisannya memang seperti itu, aku terdiam…jantungku seperti akan meloncat keluar sebentar lagi karena degubannya serasa sangat kecang. Aku berdiri, aku lihat tulisan itu lagi dan tidak ada yang berubah, tulisannya memang seperti itu, suasana pantai untuk saat ini seperti hening. Dira sudah tidak berada di hadapanku lagi, kayu yang tadi dipakainya itu telah diletakkan baik-baik di samping tulisan itu, aku lalu mendekati kayu itu, meraihnya dan berpikir akan melakukan apa..

Aku memutuskan menuliskan sesuatu seperti Dira…, entah apa maksud Dira dengan tulisannya itu tapi aku seperti dipaksa menuliskan kejujuran hatiku di atas pasir itu seperti yang Dira tulis, matahari sebentar lagi akan tenggelam dan langit akan gelap, kata itu harus kutuliskan sebelum Dira sudah tidak bisa membacanya karena gelap malam, maka aku tergesa menarik garis-garis di atas pasir hingga membentuk abjad yang terangkai menjadi kata…

I – L – O – V – E – U – C – U – E – K

Dira kemudian menghampiriku, meraih ranting yang masih kugenggam dan membuangnya ke tengah-tengah pantai yang berombak-ombak kecil..

“jadi perasaanmu lebih dari sahabat kan?” tanya Dira sambil melempar pandangannya yang seperti tidak bertepi ke tengah-tengah pantai.

“entahlah….tapi sepertinya iya”

“kita sama, aku mencintaimu bodoh, tapi sekarang bagaimana”

“kenapa nanya nya ke aku sih cuek, aku juga bingung tau”

“memangnya kamu mau jadi pacar aku?”

“ah, nanti aku jadi mampus lagi kalo teman-teman tau, rambutku bisa dijambak abis, trus si Dinda sama Tia bisa mutilasi aku kalo aku jadi pacarnya kamu, susah yah cinta sama orang yang punya banyak fans”

Dira tidak bicara apa-apa lagi, dia meraih punggungku dan memeluk, aku bisa cium bau parfumnya dengan jelas, kepalaku sangat pas bersandar di dadanya, detakan jantungnya persis seperti detakan jantungku saat itu, sangat cepat dan aku tau dia juga gugup sepertiku…

“I love u bodoh…, aku tidak memintamu untuk jadi pacarku, aku Cuma ingin kamu tau, aku sangat mencintaimu  lebih dari sekedar sahabat. Aku tau persahabatan lebih baik untuk kita berdua, maka aku hanya ingin jadi sahabatmu saat ini tapi dengan rasa yang lebih dari itu. Entah bagaimana caranya, tapi aku berpikir seperti itu lebih baik”

Aku sebenarnya tidak tau harus berkata apa dengan pernyataannya itu, aku bingung tapi sebenarnya aku tau maksudnya seperti apa.. aku lalu memukul perutnya dan melepas peluknya…

“dasar cuek, kamu pasti tidak mau kan fans mu berkurang kalau pacaran sama aku”,

aku memasang muka kusut dan melanjutkan…

“Tapi aku mengerti maksudmu, kalau begitu aku tetap sahabatmu, dan kau tetap sahabatku…”

Dira tertawa geli dan memeluk pundakku dari samping dan berbisik..

“Tunggu aku beberapa tahun lagi yah, aku langsung jadi menantunya orang tua kamu saja yah bodoh…”

Aku hanya mencubit perutnya dan berlari darinya, lalu berteriak,

“Tidak mau…!!!”

Dira mengejarku dan balas berteriak..,

“Aku serius bodoh!”

Itulah aku dan Dira, kami tetap memutuskan untuk bersahabat tapi dengan kejujuran hati masing-masing. Dira memintaku menunggunya, maka aku memutuskan mengikuti permintaannya, mungkin enam atau lima tahun lagi, atau lebih cepat dari itu. Dira akan jadi pendamping hidupku jika dia sudah benar-benar matang dan dewasa kelak, yang pastinya Dira selalu mengatakan ini padaku…

“Tunggu aku yah bodoh…!!!”

karena persahabatan tidak akan menyakitkan, karena persahabatan tidak akan menodai apapun juga…, bila Tuhan takdirkan cuek dan bodoh bersama maka Tuhan akan mengikat keduanya dengan ikatan yang sejati dan tidak akan menyakitkan…

Bodoh : Iya kan cuek?

Cuek : Iya bodoh…. ^__^

CREATED BY : NUR MUSTAQIMAH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline