Lihat ke Halaman Asli

Menghadapi Keterpurukan - Gangguan Kesehatan Mental pada Korban Perdagangan Orang

Diperbarui: 23 Juni 2024   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source : Dokumentasi Suara Perempuan Nusantara

Perdagangan orang bukan lagi sekadar isu yang ada di luar sana. Ini adalah kisah nyata yang menghantui ribuan perempuan, anak-anak, dan laki-laki yang menjadi korban praktik keji ini setiap tahunnya. Di balik angka-angka dan laporan statistik, ada cerita-cerita yang penuh dengan penderitaan dan trauma yang mendalam. Nur Khotimah, Pendiri Suara Perempuan Nusantara, memberikan sorotan yang penting terhadap salah satu aspek yang sering kali terabaikan: gangguan kesehatan mental yang dialami oleh korban perdagangan orang. 

Menurut Nur Khotimah, "Gangguan kesehatan mental bukanlah sekadar efek samping dari perdagangan orang. Ini adalah bagian integral dari pengalaman traumatis yang mereka alami. Kami melihat banyak perempuan dan anak yang datang kepada kami dengan luka-luka yang tidak hanya fisik, tetapi juga merusak jiwanya."

Menyembunyikan Luka yang Tak Terlihat

Perdagangan orang tidak hanya merusak tubuh secara fisik, tetapi juga menghancurkan kestabilan mental korban. Menurut data dari International Organization for Migration (IOM), lebih dari 70% korban perdagangan orang mengalami gangguan kesehatan mental, termasuk PTSD, depresi, dan kecemasan yang mendalam (IOM, 2023). Ini bukanlah sekadar angka, tetapi cerminan dari penderitaan yang dialami individu yang sering kali dipaksa hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi.

Dr. Maria Vania, seorang psikolog klinis yang banyak berinteraksi dengan korban perdagangan orang, menjelaskan, "Trauma yang dialami oleh korban sering kali mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka. Mereka mungkin mengalami mimpi buruk berulang kali, kesulitan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat, dan perasaan tidak aman yang berkelanjutan."

Dampak Jangka Panjang

Gangguan kesehatan mental yang dialami oleh korban perdagangan orang tidak hanya berdampak pada kualitas hidup mereka secara langsung, tetapi juga mempengaruhi proses pemulihan mereka dan kemampuan untuk menyesuaikan diri kembali dengan masyarakat. Menurut laporan terbaru dari Amnesty International, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan mental yang memadai untuk korban perdagangan orang di banyak negara menyulitkan mereka untuk mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan (Amnesty International, 2024).

Nur Khotimah menambahkan, "Penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memahami bahwa pemulihan korban perdagangan orang bukanlah proses yang sederhana. Ini memerlukan dukungan yang komprehensif dari berbagai sektor, termasuk layanan kesehatan mental yang terjangkau dan berorientasi pada korban."

Mendorong Perubahan

Ketika kita berbicara tentang perdagangan orang, sering kali fokusnya adalah pada tindakan hukum dan pencegahan. Namun, perlu diingat bahwa korban adalah individu yang memerlukan dukungan dan perhatian khusus. Dalam menangani gangguan kesehatan mental mereka, penting untuk tidak hanya melihat mereka sebagai korban, tetapi sebagai individu yang memiliki potensi untuk pulih dan berkontribusi kembali kepada masyarakat.

Dr. Michael Yudhistira, seorang ahli psikiatri dari Universitas Indonesia, menekankan, "Korban perdagangan orang tidak boleh diabaikan dalam proses pemulihan mereka. Layanan kesehatan mental yang sensitif terhadap pengalaman trauma mereka sangat diperlukan untuk membantu mereka pulih secara menyeluruh."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline