Lihat ke Halaman Asli

Nurmita Dewi

Mompreneur, writer

Isi Ramadhan dengan Menulis dan Sharing Kepenulisan

Diperbarui: 20 Mei 2019   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi

Ramadhan adalah bulan mulia yang selalu kita rindukan. Betapa tidak? Di bulan ini segala hal yang kita lakukan dilipatgandakan pahalanya. Setiap kebaikan diberi sepuluh kali lipat, amalan Sunnah pahalanya setara dengan amalan wajib, ibadah umrah setara dengan haji, bahkan tidur dan nafas pun menjadi ibadah. Di bulan ini pula doa-doa kita dikabulkan, dosa-dosa kita diampuni, sehingga setelah selesai berpuasa selama 30 hari penuh kita bagaikan bayi yang baru lahir. Karena itulah, kita menyambutnya dengan suka cita di Hari Raya Idul Fitri.

Lalu menjalani hidup dengan lebih baik lagi. Menjadi seorang muslim sejati. Karena keberhasilan ibadah puasa yang kita lakukan dapat terlihat di luar bulan Ramadhan. Sebagaimana tujuan disyariatkannya ibadah puasa, yaitu agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa.

Dengan kemuliaan yang dimiliki bulan Ramadhan, amat disayangkan jika kita melewatkan begitu saja momen yang hanya datang setahun sekali ini tanpa ada aktivitas yang bermanfaat dan mengundang pahala dari Allah. Padahal banyak yang bisa kita lakukan untuk mengisi hari-hari di bulan ini. Menyalurkan hobi pun bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat dan berpahala. Misalnya, menulis. Sebagaimana yang saya lakukan. Berawal dari hobi kemudian berkembang menjadi profesi. Serius menggeluti dunia kepenulisan. Terutama sejak tiga tahun belakangan ini. 

Ramadhan tahun ini, saya mengisi waktu dengan ikut beberapa event kepenulisan, salah satunya yang diadakan oleh Kompasiana dengan program Tebar Hikmah Ramadhan ini. Menulis naskah tiga buku antologi yang diadakan di bulan ini, dan mengisi sharing tentang kepenulisan, yaitu Training Menulis Opini Islami khusus untuk akhwat/muslimah. Alhamdulillah, mendapat respon yang positif dari para peserta. Jadi, di bulan ini saya tidak hanya menulis, namun juga berkesempatan untuk sharing kepenulisan, sesuai pengalaman pribadi. Senang rasanya. Hari-hari saya dipenuhi dengan menulis.

Mengapa saya suka menulis? 

Menulis bagi saya adalah sebagai terapi jiwa, rekreasi pikiran, berbagi ilmu, sekaligus mencurahkan rasa. Lebih dari itu, ternyata menulis itu aktifitas yang mulia. Aktifitas para ulama dan pencari ilmu. Menulis juga termasuk salah satu cara komunikasi selain lisan. Seiring dengan perkembangan dunia medsos, aktifitas menulis menjadi lebih gencar. Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah pengguna aktif medsos, seperti Facebook, Twitter, WA, Instagram, Line, telegram, dan lainnya. Bahkan berita-berita di televisi pun banyak diambil dari postingan di medsos yang sedang viral, misalnya. 

Dengan kata lain, dunia medsos telah menjadi 'primadona' bagi masyarakat. Semua kalangan ikut aktif, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Melihat fakta itu, penggunaan medsos tentu harus dilakukan dengan baik. Bertujuan untuk menebar kebaikan kepada banyak orang. Bayangkan jika para follower akun kita dapat tercerahkan dengan pesan-pesan kebaikan (Islam) yang kita tulis. Menginspirasi banyak orang untuk berubah menjadi lebih baik setiap harinya setelah membaca tulisan kita. Tentunya, menulis menjadi aktifitas mulia, bernilai ibadah, dan mengundang pahala dari Allah. 

Karena itu, bagi para pengguna medsos, gunakanlah dengan baik. Hindari memposting tulisan yang unfaedah, seperti curhat masalah pribadi dengan vulgar, berselfie ria, menghina/memaki orang lain, apalagi menyebarkan berita yang belum tentu benar alias hoax. Bila perlu, bentuklah branding diri. Sehingga orang mengenal kita melalui tulisan. 

Ingat, akun kita bukanlah milik pribadi. Setiap tulisan menjadi milik publik setelah diupload. Semua orang bisa membaca dan mencerna. Jangan sampai karena membaca tulisan kita, menginspirasi orang lain untuk berlaku buruk di medsos. Sebaliknya, gunakan sebagai ladang investasi pahala bagi kita.

Ingat juga sabda Rasulullah Saw, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia" (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami' no:3289).

Artinya, keberadaan kita harus dapat memberi manfaat kepada orang lain. Itulah salah satu sifat seorang muslim. Kebaikan yang kita tularkan sesungguhnya akan kembali kepada diri kita. Kuncinya, harus diniatkan ikhlas karena Allah. Bukan karena yang lain, seperti mengharapkan pujian dari orang lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline