Lihat ke Halaman Asli

Elpiji Naik. Memang Sudah Seharusnya Terjadi

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1411232043140783477

(Sumber gambar: http://bisnis.liputan6.com/read/793952/daftar-lengkap-harga-elpiji-12-kg-di-seluruh-agen-indonesia).

Kabar kenaikan harga elpiji non subsidi yang berkala bagai angin bertiup kencang sampai ke lapisan masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Sayangnya banyak kicauan celotehan-celotehan yang mengatasnamakan rakyat kecil. Harganya sudah cenderung naik, bisa turun atau tidak dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, ini kebijakan semena-mena harus diprotes, pemerintah seharusnya memikirkan sebab dan akibat serta efek di lain aspek akibat kenaikan bahan bakafr gas elpiji. Dianggap sebagai kisruh Pertamina menaikkan harga elpiji non subsidi yaitu elpiji 12 kg. Dalam situasi yang pelik seperti ini, sejatinya kicauan-kicauan seperti itu sudah lumrah terjadi.

Sebagai bahan bakar yang digunakan untuk rumah tangga dan usaha, elpiji juga dibedakan menjadi dua golongan. Elpiji subsidi untuk rakyat miskin dan elpiji non subsidi untuk mereka yang mampu. Meski elpiji 12 kg tidak disubsidi oleh pemerintah karena pemerintah sudah mensubsidi elpiji 3 kg untuk rakyat miskin, pemerintah tetap saja kelimpungan saat harga elpiji 12 kg melonjak tinggi. Pasalnya rakyat akan beralih ke elpiji yang disubsidi pemerintah yaitu elpiji 3 kg karena harganya yang relatif murah. Siapa yang dirugikan akan hal ini, tentu saja rakyat yang seharusnya berhak akan subsidi tersebut.

Perusahaan migas plat merah Pertamina mengungkapkan bahwa kebijakan harga elpiji 12 kg setelah kenaikan Pertamina masih merugi. Kerugian Pertamina dari bisnis elpiji tahun 2011 – Oktober 2012 sebesar Rp. 7,73 Triliun dan pada tahun 2013 saja sebesar Rp. 5,7 Triliun bahkan kerugian sejak tahun 2008 lalu mencapai Rp. 22 Triliun rupiah (Sumber Pertamina dalam: http://www.youtube.com/watch?v=Idaxawc-l8E). Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya dan tentu saja menyebabkan kerugian negara karena Pertamina dimiliki 100% oleh negara. Dari kasus elpiji ini juga menunjukan kebijakan pemerintah yang aneh. Namun disisi lain seperti menunda bom waktu meledak akibat Badan Usaha Milik Negara yang dipaksa merugi hingga mengurangi setoran uang kepada negara yang masuk dalam anggaran pendapatan belanja negara yang digunakan untuk rakyat juga akhirnya.

Karena sudah dipersiapkan matang dari segi segala aspek, kondisi ini diyakini tidak akan banyak berpengaruh pada daya beli masyarakat mengingat konsumen elpiji non subsidi kemasan 12 kg adalah kalangan mampu. Untuk masyarakat konsumen ekonomi lemah dan usaha mikro, Pemerintah telah menyediakan elpiji 3 kg bersubsidi yang harganya lebih murah.

Terkait dengan kekhawatiran kenaikan harga Elpiji non subsidi kemasan 12 kg akan memicu migrasi konsumen ke LPG 3 kg, Ali mengatakan, Pertamina saat ini telah mengembangkan sistem monitoring penyaluran LPG 3kg (SIMOL3K), yang diimplementasikan secara bertahap di seluruh Indonesia mulai Desember 2013 (Sumber: Liputan6.com ).

Dengan adanya sistem ini, Pertamina akan dapat memonitor penyaluran LPG 3kg hingga level Pangkalan berdasarkan alokasi daerahnya.

[caption id="attachment_360483" align="alignleft" width="300" caption="elpijinonsubsidi"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline