Melihat gambar di beranda gurusiana.com. kemarin, saya merasa bahwa gambar itu cocok untuk menggambarkan kondisi saya yang baru belajar menulis.
Betapa sulit bagi saya untuk menembus masuk kalimat ke dua. Padahal, menjelang menulis rasanya tidak butuh waktu lama untuk menuangkan cerita itu di atas kertas. Saya paksa juga, tapi hasilnya nihil. Beberapa tulisan kembali saya coret karena rasanya tidak senyawa dengan yang sebelumnya.
Sebelum pergi dari meja tulis, saya coba pandangi lagi sambil bergumam sendiri, "setengah jam ini hasilnya". Nanti malam coba lagi...
Selepas magrib, saya kembali menghampiri meja kerja. Ada semangat yang dikasih buya Zulkifli, katanya, "buat dulu outlinenya pak, nanti satu persatu tulisannya diselesaikan". Saya pikir iya juga. Modal itu membuat saya PD untuk melanjutkan tulisan sepulang sekolah tadi.
laaah...ini lagi. Mataku tiba-tiba berat bukan main, rasanya pelupuk mata ini mau jatuh. Belum lagi, otak ini juga "malas" mikir. Uhhh...berat. Beginikah beratnya menulis? Gak bisa ditimbang berapa beratnya.
Sebenarnya, setelah baca tulisannya Omjay terpantik juga diri ini untuk belajar menulis meskipun saya memiliki pengalaman "berat" dalam menulis.
Murid baru Omjay, Buya Zulkifli, baru beberapa kali ikut kelas online menulis, waah tulisannya begitu cair dan lembut seperti donat yang baru saya makan. Buya Zul adalah rekan tempat saya bekerja di MAN 3 SOLOK yang selalu memotifasi saya untuk menulis.
Tapi, dengan motifasi dari guru besar dan guru muda, beratnya menulis terasa agak ringan.
Terimaksih ilmunya Omjay dan buya Zulkifli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H