Lihat ke Halaman Asli

Nurmalasari

Public Health Specialist

Mengadu Nasib di Kerasnya Kehidupan Jakarta, Kisah Alumni Bidikmisi dan Pencerah Nusantara (Part 1)

Diperbarui: 16 September 2018   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maret 2015, akhirnya secara resmi menyandang gelar SKM

Mahasiswa Bidikmisi Ini Berhasil Menjadi Pencerah Nusantara

Sebenarnya foto wisuda di atas diambil 6 bulan sejak aku menjalani fase hidup sebagai Pencerah Nusantara, Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs, yang ditempatkan di Kepulauan Mentawai. Yaps, benar!

Singkat cerita aku menunda wisuda demi menjadi Pencerah Nusantara, sebuah mimpi yang kujumpai sejak tahun 2012 dan ya karena aku mahasiswa bidikmisi yang bisa mengenyam bangku kuliah karena dibiayai negara dari pajak rakyat jadi sudah menjadi kewajibanku kembali kepada masyarakat. Aku sudah menyandang gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat per 29 Agustus 2014. Namun, baru diwisuda 29 Maret 2015. Langka nggak?

Maka, jangan tanya padaku bagaimana rasanya melamar pekerjaan pasca menyandang gelar Sarjana atau pasca wisuda, bagaimana gelisahnya menjadi mantan mahasiswa dalam masa tunggunya. Aku tidak memahami itu. Mungkin sampai pada kalimat ini, teman-teman akan menyebutku sombong! Justru, ini salah satu tantangan berat buatku.

Nekat. Ya, karena jiwa bonekku terlalu tinggi sehingga saat sedang proses pengerjaan skripsi aku nekat daftar Pencerah Nusantara. Awalnya, karena tahu proses ini mustahil, jadi tidak yang terlalu berharap walaupun dalam hati tetap berharap juga. Percayalah, jika semuanya diserahkan kepada Allah maka hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin.

Seperti yang teman-teman tahu, Nurmalasari akhirnya berhasil menjadi 1 dari 35 Pemuda yang terpilih menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs. Kabar fantastis ini kudengar sehari selepas aku menjalani sidang skripsi, penentuan apakah aku lulus dan layak menjadi Sarjana atau tidak.

Kehidupan sebagai seorang Pencerah Nusantara nano-nano banget rasanya. Bahkan berhasil merubah kehidupanku 180 derajat besarnya. Tidak hanya keseharian namun dalam lingkup profesi. Namun, aku tidak akan menjabarkannya di sini karena teman-teman dapat kepo kisahku selama menjadi Pencerah Nusantara di artikel Aku, SKM, dan Pencerah Nusantara.

Purna tugas sebagai Pencerah Nusantara, aku bahkan menjadi artis di kampus hahaha setelah aku masuk untuk kedua kalinya di Warta Unair: Cerita Nurmalasari, Alumni Yang Abdikan Diri di Mentawai. Undangan menjadi Narasumber di berbagai acara pun mulai memadati agendaku. Impianku semakin terbuka. Ya, menjadi Pencerah Nusantara membuka kesempatanku untuk menggapai mimpi-mimpiku, begitu pikirku. Hingga akhirnya aku memutuskan mengadu nasib di Jakarta.

Alumni Pencerah Nusantara ini Mengadu Nasib di Jakarta Demi Menggapai Mimpi

Janji sebagai Pencerah Nusantara

Seperti yang kubilang sebelumnya bahwa selepas aku diwisuda, aku tidak merasakan fase melamar pekerjaan - membuat cover letter dan CV, kemudian menunggu kabar baik dari pemberi kerja. Aku tidak merasakan saat itu juga, namun ini kurasakan setelah aku purna tugas sebagai Pemuda Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs.

Itu kenapa tekanan (sosial) yang kurasakan begitu tinggi dan itu kenapa aku bilang sebelumnya bahwa bukannya sombong tetapi ini menjadi tantangan besar buatku. Lebih baik menjadi pengangguran sehabis wisuda daripada sehabis menyandang gelar prestise sebagai Pencerah Nusantara. Itu pikirku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline