Lihat ke Halaman Asli

Nur Madinina

UIN Walisongo Semarang

Menumbuhkan Budaya Literasi: Landasan Indonesia Emas 2045

Diperbarui: 9 Desember 2024   13:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdirinya Indonesia ke 100 tahun atau pada tahun 2045, kita nyatakan sebagai era "Indonesia Emas". Menandai pencapaian era tersebut, sebuah kerangka kerja jangka panjang telah digelindingkan. Rentang waktu yang lama jika dilihat dari karir atau pengabdian per-individu. Akan tetapi, hal ini tidak akan terasa karena ini merupakan proyek kerja kolektif dari suatu bangsa. Secara matematis, generasi yang akan mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan dan kreativitas di segala bidang adalah generasi yang lahir pada dekade ini. Dengan demikian, penting bagi kita untuk terus memasok pengetahuan dengan menghasilkan sebuah karya yang berguna untuk kedepannya.

Pada tahun 2045, mayoritas penduduk Indonesia berada pada usia kerja. Situasi ini disebut dengan bonus demografi. Bonus demografi Indonesia dinilai dapat menjadi aset pembangunan yang potensial bagi negara. Untuk meningkatkan kapasitas, pemerintah melaksanakan berbagai program dan berharap generasi emas yang dimaksud mampu bersaing dan mengikuti pesatnya tren global dan digital. Salah satu inisiatif yang dicanangkan pemerintah adalah kebangkitan Gerakan Literasi Nasional (GLN) pada tahun 2016. Gerakan tersebut kemudian dilaksanakan bersama dengan kelompok kerja terkait, mulai dari prasekolah, pendidikan sosial, sekolah dasar, dan sekolah menengah dengan partisipasi guru dan tenaga kependidikan.

Faktanya, membaca adalah gudang pengetahuan dan jendela dunia. Kebiasaan membaca belum sepenuhnya berkembang di kalangan masyarakat. Nampaknya masih ada kecenderungan kuat memperoleh informasi melalui percakapan (verbal) dibandingkan dengan membaca. Menurut survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2019 yang diterbitkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Indonesia  mencapai posisi ke-62 dari 70 negara dengan tingkat melek huruf yang rendah. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa kondisi penerapan budaya literasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Literasi dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Literasi adalah ketika seseorang telah menguasai kemampuan dasar berbahasa, yaitu membaca dan menulis. Makna utama literasi adalah kemampuan membaca dan menulis yang merupakan pintu gerbang berkembangnya budaya literasi yang lebih luas. Keterampilan membaca dan menulis dapat diperoleh melalui pendidikan.

Para pakar pendidikan di Indonesia sepakat bahwa rendahnya keterampilan literasi berkaitan dengan tingginya angka putus sekolah, kemiskinan, dan pengangguran. Penyebab rendahnya literasi lainnya terbagi menjadi dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain rendahnya kemampuan kognitif, rendahnya minat belajar, serta rendahnya motivasi belajar. Selain itu, faktor eksternal antara lain ketidakpedulian orang tua, pengaruh televisi dan gawai, serta sarana dan prasarana yang belum memadai.

Budaya literasi yang rendah dapat menimbulkan dampak negatif bagi suatu bangsa. Adapun dampak negatif dari minimnya kemampuan literasi yaitu sebagai berikut; 1) menghambat pertumbuhan suatu bangsa karena minimnya pengetahuan, 2) penyerapan dan penyebaran informasi yang keliru, 3) naiknya angka pengangguran serta 4) sosialisasi yang terhambat.

Proses pembinaan budaya membaca di masyarakat diawali dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung. Refleksi dari hal tersebut adalah adanya pojok baca yang tersedia di lembaga pendidikan. Pemanfaatan learning corner sangat efektif dalam meningkatkan minat baca siswa. Hal ini didukung oleh penelitian Saputri dkk. (2022) yang melakukan penelitian tentang efektivitas sudut baca (learning corner) melalui observasi. Penelitian ini menjelaskan bahwa penggunaan sudut baca biasanya dilakukan selama 15 menit sebelum kelas dimulai. Siswa diminta untuk berpartisipasi dalam kegiatan literasi di mana mereka membaca buku dan mempresentasikan kembali apa yang telah mereka baca.

Pada era revolusi industri 4.0, teknologi berkembang sangat pesat. Berbagai kegiatan dapat dilakukan secara digital atau berbasis online. Salah satu dari kegiatan tersebut adalah literasi atau kemampuan baca dan tulis. Literasi tidak terpaku pada buku cetak, koran, majalah, dan sebagainya. Pada era 4.0 kita dapat mengakses bahan bacaan secara online melalui beberapa terminologi berikut ini; 1) electronic library, 2) digital library, dan 3) laman katalog (web catalogue). Perpustakan digital dapat diakses kapanpun dan di manapun. Di mana hal tersebut dapat membantu memperkenalkan budaya literasi sedari dini.

Literasi yang baik merupakan pondasi untuk menuju Indonesia emas tahun 2045. Generasi muda dimaksudkan untuk menjadi penerus dan pembaharu bangsa, mampu mempersiapkan diri menjadi sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu bersaing di ranah global. Berbagai inisiatif dan program dapat dikembangkan seperti yang telah dijelaskan.

Generasi muda diharapkan memahami situasi global dan bertindak dengan tepat. Generasi muda merepresentasikan kreativitas dan menciptakan sesuatu yang dapat ditransformasikan menjadi sebuah karya dengan berbagai inovasi. Di era globalisasi saat ini, menjadi generasi muda yang cerdas, unggul dan berkualitas bukanlah sebuah pilihan, melainkansebuah kebutuhan. Oleh karena itu, generasi muda perlu melakukan penguatan jati diri, khususnya penguatan esensi literasi.

Dalam rangka menyambut 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada tahun 2045 yang disebut sebagai era "Indonesia Emas", penting bagi bangsa ini untuk mempersiapkan  dan mengembangkan generasi muda yang berkualitas. Era bonus demografi yang diprediksi akan terjadi pada era tersebut menawarkan potensi besar bagi pembangunan negara. Akan tetapi, hal tersebut memerlukan kesiapan yang matang dari generasi penerus. Salah satu aspek krusial untuk mencapai potensi tersebut adalah dengan meningkatkan budaya literasi di Indonesia. Saat ini, kondisi literasi di Indonesia masih rendah, sebagaimana tercermin dalam peringkat negara yang kurang memuaskan pada survei PISA 2019. Rendahnya keterampilan literasi terkait erat dengan faktor internal seperti motivasi dan minat belajar, serta faktor eksternal seperti kurangnya perhatian orang tua dan sarana prasarana yang memadai.

Budaya literasi yang baik adalah pondasi untuk pertumbuhan bangsa yang lebih baik. Keterampilan membaca dan menulis yang baik akan mendukung pengembangan pengetahuan, pengurangan pengangguran, serta peningkatan sosialisasi. Upaya peningkatan literasi dapat dilakukan melalui berbagai inisiatif, termasuk revitalisasi Gerakan Literasi Nasional (GLN), penyediaan sarana seperti pojok baca di sekolah, serta pemanfaatan teknologi digital untuk akses bahan bacaan. Untuk mewujudkan Indonesia Emas, generasi muda perlu mempersiapkan diri dengan baik, menguasai literasi secara menyeluruh, dan mampu bersaing di kancah global. Penguatan budaya literasi dan kemampuan baca tulis merupakan langkah penting menuju masa depan yang lebih cerah dan inovatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline