Lihat ke Halaman Asli

Gangguan Sadisme Seksual

Diperbarui: 24 Januari 2016   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Seksual merupakan hal yang bersifat sangat pribadi dalam kehidupan individu. Kebutuhan seksual pada manusia sama halnya dengan kebutuhan makan yang selalu menuntut untuk dipenuhi. Pada dasarnya, seksual menjadi hal yang normal bagi setiap individu, namun dalam mencapai kepuasan seksualnya, terkadang manusia mempunyai cara yang berbeda dan bahkan dilakukan dengan cara yang menyimpang. Penyimpangan seksual termasuk bentuk perbuatan menyimpang dan melanggar norma dalam kehidupan masyarakat, dimana aktivitas seksual individu dalam mendapatkan kenikmatan seksual tersebut diperoleh secara tidak wajar.

Salah satu  penyimpangan seksual yang akan dibahas dalam artikel ini adalah sexual sadism disorder atau yang biasa disebut dengan gangguan sadisme seksual.  Sebuah gangguan seksual dimana kenikmatan seksualnya diperoleh dengan cara menyakiti pasangan.

Tujuan dalam penulisan artikel mengenai gangguan ini adalah agar masyarakat lebih mengenal apa itu gangguan sadisme seksual, bagaimana ciri atau kriteria gangguan, bagaimana perspektif biopsikososiokultural terhadap gangguan, serta prevensi primer, sekunder dan tersier yang dapat dilakukan untuk gangguan sadisme seksual ini.

Apa itu gangguan sadisme seksual?

Gangguan sadisme seksual adalah salah satu jenis dari Paraphilia. Dalam DSM-IV-TR, Parafilia merupakan sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Gangguan sadisme seksual adalah gangguan algolagnic tertentu dimana gairah seksual terjadi dari penderitaan fisik atau psikologis individu lain (The American Psychiatric Association, 2013).

Istilah sadisme seksual (sexual sadism) berasal dari nama Marquis de Sade (1740-1814), seorang bangsawan sekaligus tentara berkebangsaan Prancis pada abad ke-18 yang terkenal. Dalam tulisannya ia menggambarkan seorang tokoh yang memperoleh kepuasan seks dengan cara menyiksa pasangannya dengan kejam. Gangguan sadisme seksual mencapai stimulasi dan pemuasan seksual dengan menimbulkan penderitaan fisik atau psikis pada pasangan seksualnya. Seorang sadisme akan memperoleh kepuasan seksual melalui jeritan dan teriakan pasangannya yang menderita karena siksaan fisik yang dilakukannya selama berhubungan seksual.

Gangguan ini mulai muncul di masa dewasa awal. Disebutkan kriteria Sadisme dalam DSM IV TR yaitu berulang, intens, terjadi selama periode minimal 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang berkaitan dengan tindakan (bukan fantasi) mempermalukan atau menyebabkan penderitaan fisik pada orang lain, menyebabkan distress pada orang yang bersangkutan dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau orang tersebut bertindak berdasarkan dorongannya pada orang lain yang tidak menghendakinya.

Penyiksaan yang dilakukan penderita gangguan bisa secara fisik (penganiayaan seperti memukul, membakar, menendang, mencambuk, menggigit, mencakari, menusuk dengan benda tajam, juga berkeinginan untuk bisa mengencingi dan juga membuang air besar) bisa juga secara psikis (menghina, atau memaki-maki).

Penderitaan korban inilah yang membuatnya merasa bergairah dan puas. Intensitas perbuatan menyakiti tersebut bervariasi, mulai dari sekadar mengangan-angankannya sampai melakukan pemotongan bagian tubuh, bahkan sampai membunuhnya. Kadang-kadang, sadisme seksual membunuh dan memutilasi dan beberapa di antaranya termasuk pada penjahat seksual yang dipenjara karena menyiksa korbannya, yang sebagian besar adalah orang yang tidak dikenal pelaku (Dietz, Hazelwood, & Warren, 1990).

Gangguan sadisme seksual dapat terjadi dalam gangguan heteroseksual dan homoseksual. Biasanya, yang menjadi sasaran penderita adalah pelacur yang mau diperlakukan secara sadis, atau seorang penderita masokisme (masochism). Jika penderita gangguan sadisme seksual sumber kenikmatan seksualnya dengan menyiksa, maka penderita gangguan masokisme adalah sebaliknya, yaitu menjadikan penyiksaan yang diterimanya sebagai sumber kenikmatannya. Sehingga, mayoritas sadistis (sebutan bagi penderita gangguan sadisme seksual) menjalin hubungan dengan masokis (sebutan bagi penderita gangguan masokisme) untuk memperoleh kepuasan seksual secara timbal balik, yang dari hal tersebut muncullah istilah sadomasokisme, dimana aktivitas seksnya biasa disusun dalam sebuah cerita dengan berbagai aturan dan prosedur yang disepakati bersama.

Bagaimana Perspektif Biopsikososiokultural gangguan ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline