Lihat ke Halaman Asli

Nurliana

notihing

Kemajuan Zaman Melunturkan Semangat Mahasiswa untuk Berorganisasi

Diperbarui: 9 Maret 2022   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mahasiswa adalah pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual yang memandang segala sesuatu dengan pikiran jernih, positif, kritis yang bertanggung jawab, dan dewasa. Mahasiswa ideal adalah mereka yang mampu melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, yaitu; Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, serta Pengabdian kepada Masyarakat. Mahasiswa memiliki tanggung jawab yang didasarkan pada tiga tolak ukur, yaitu keadilan, kebenaran, dan rasio. Terlihat jelas bahwa mahasiswa dituntut untuk senantiasa  mengupayakan tegaknya kebenaran dan keadilan yang dilandaskan rasionalitas. Berbekal ilmu pengetahuan mahasiswa diharapkan mampu menjadi solusih atas permasalahan masyarakat serta kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut mahasiswa membutuhkan kemampuan diri (soft skills)  untuk dapat berbaur dan terjun langsung dalam kehidupan masyarakat. Namun, pendidikan formal di kelas tidak mampu mewujudkan dan mengembangkan soft skills mahasiswa. Maka dari itu, dibutuhkan wadah yang dapat menaungi dan menyalurkan apirasi mereka yaitu Organisasi.

Menurut Robbins, Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Hasibuan juga menyampaikan pendapatnya terkait organisasi. Dia menyatakan bahwa, Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Salah satu fungsi dari organisasi adalah sebagai sarana penunjang pendidikan dan mengembangkan kemampuan diri (soft skills). Skills inilah yang nantinya sangat dibutuhkan dan membantu mahasiswa dalam menghadapi segala problematika dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, peran organisasi sangat vital dalam lingkungan kemahasiswaan.

Berkaitan dengan hal tersebut, untuk merefleksikan berbagai aktivitas kemahasiswa-an dan gerakan mahasiswa harus ada wadah yang dapat menaungi dan menyalurkan aspirasinya yaitu adanya organisasi yang berdiri di perguruan tinggi. Organisasi dipandang sebagai wadah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Organisasi pun merupakan wadah dari sekelompok orang (group of people) yang mengadakan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Sebelum teknologi menguasai zaman, organisasi kemahasiswaan masih memiliki semangat juang dan persatuan yang tinggi untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Mereka seringkali berkumpul bersama, menyatukan beberapa kepala untuk menemukan solusih atas permasalahan yang mereka alami. 

Rasa solidaritas masih kental terasa di antara tiap anggota, perbedaan pendapat menjadi hal yang selalu ada dalam berorganisasi. Namun, seiring berkembangnya zaman semangat juang dan persatuan itu kini terkikis oleh waktu dan perkembangan teknologi yang semakin tak terkendali. 

Mungkin beberapa hal, masih bisa dirasakan sampai saat ini, namun rasa solidaritas itu kian menipis. Hal itu terjadi karena segala kegiatan seakan bisa dilakukan tanpa harus duduk dalam satu ruangan dan saling bertukar pandangan.

Forum diskusi yang biasanya dilakukan di ruangan kecil kini berganti dengan layar persegi. Semuanya seakan dapat terselesaikan hanya dengan berbekal komputer dan jaringan.

Hal ini tentu memicu lunturnya semangat mahasiswa untuk berpastisipasi dalam sebuah organisasi. Minimnya pertemuan tatap muka memperparah hal tersebut. Pertemuan hanya dilakukan di depan komputer tanpa harus berkumpul dan bersilaturahmi. 

Saat terdapat beberapa kesempatan untuk duduk dalam satu forum pun mahasiswa lebih cenderung untuk bermain dengan handphone dan sosial media mereka dari pada fokus dengan forum yang mereka hadiri. 

Sebuah riset yang dilakukan oleh seorang peneliti dari Massachusetts Institute of Technology, Sherry Turkle, telah menulis secara mendalam tentang dampak media sosial terhadap hubungan. Kesimpulannya, Turkle berpandangan, media sosial sebenarnya melemahkan ikatan manusia. Maka dari itu, karena melemahnya ikatan antar manusia, maka semangat untuk berorganisasi pun ikut melemah. Hal ini terjadi karena organisasi tidak lepas dari hubungan interaksi sosial antara manusia.

Penggunaan media sosial untuk hal-hal yang tidak penting akan cendrung membuat seseorang bersifat individualistik dan cendrung tertutup dengan kehidupan di lingkungannya. Karena kebiasaan tertutup tersebut muncullah istilah baru yang mendefinisikan kaum zaman sekarang yakni kaum mageran. Mereka merasa malas untuk beraktivitas lebih apalagi bergabung dalam sebuah lembaga organisasi kemahasiswaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline