Lihat ke Halaman Asli

Nurliah Awaliah

Mahasiswa Magister Ilmu Komputer / QA Engineer

Buy Now, Pay Later: Dampak pada Keuangan dan Kebudiluhuran

Diperbarui: 13 September 2024   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Seiring dengan kemajuan teknologi yang tak terelakkan, kemudahan akses terhadap layanan keuangan seperti Buy Now Pay Later (BNPL) telah menjadi bagian penting dari pola konsumsi masyarakat modern.

Dengan menawarkan kenyamanan untuk "punya barang dulu, bayar belakangan," layanan ini sukses memikat banyak orang, terutama di tengah melonjaknya harga kebutuhan primer dan sekunder. Namun, dibalik kemudahan tersebut, terdapat risiko yang dapat merusak kestabilan finansial individu.

Masalah penggunaan BNPL tidak hanya muncul dari kebutuhan akan barang dan jasa dengan cepat, tetapi juga mencerminkan kekurangan dalam perencanaan keuangan yang baik.

Banyak individu terperangkap dalam kebiasaan berutang karena kurangnya perencanaan keuangan yang matang, baik untuk diri sendiri maupun keluarga. 

Bahkan, dengan pergeseran dari penggunaan kartu kredit ke BNPL, proses mendapatkan barang secara instan menjadi semakin menggoda, sering kali tanpa mempertimbangkan risiko yang menyertainya.

Artikel ini bertujuan untuk mengungkap sisi gelap dari kebiasaan menggunakan BNPL yang semakin lazim di masyarakat. Melalui pembahasan ini, diharapkan pembaca dapat memahami bahaya dari ketergantungan pada layanan tersebut dan menemukan solusi untuk menghindari atau keluar dari jerat utang yang dapat mengancam masa depan mereka.

Kemudahan akses terhadap layanan Buy Now Pay Later (BNPL) telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat secara signifikan. Dengan harga kebutuhan primer dan sekunder yang terus meningkat, banyak orang merasa terdorong untuk menggunakan layanan ini demi memenuhi kebutuhan mendesak.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa harga bahan pokok meningkat rata-rata 5-10% per tahun, sementara biaya layanan digital seperti internet dan hiburan juga terus naik.

Kondisi ini mendorong individu untuk mengambil langkah instan seperti BNPL tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang, yang pada akhirnya dapat menggerus kebudiluhuran dalam pengelolaan keuangan pribadi.

Gaya hidup konsumtif semakin memperparah situasi ini, di mana keinginan untuk memiliki barang-barang mewah seperti ponsel terbaru atau gadget canggih kerap kali mengesampingkan perencanaan keuangan yang matang.

Survei oleh Nielsen menunjukkan bahwa 65% masyarakat perkotaan di Indonesia cenderung membeli barang mewah melalui cicilan, termasuk BNPL. Kebiasaan ini bertentangan dengan nilai-nilai kebudiluhuran yang menekankan kesederhanaan, menabung, dan hidup dalam batas kemampuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline