Hai, diri ... butuh berapa banyak lagi cahaya? Agar hatimu tak lagi buta. Berpura-pura menjadi hamba yang luar biasa, tetapi nyatanya maksiat masih saja berperan sebagai rajanya.
Hai, diri ... belum cukupkah kau dibuat gila oleh dunia? Mengenyam manisnya cinta yang fana, tanpa mengingat cinta yang sejatinya lebih mulia. Cinta Tuhan yang luar biasa.
Hai, diri ... berhenti merengek! Segala salah ada pada pribadimu. Jangan lagi menyalahkan takdir yang memang telah tersusun rapi, yang juga telah digariskan dengan teliti.
Sadarlah! Bertaubatlah! Mohon ampun pada Tuhan. Pun, harus lebih diperbanyak lagi mengingat-Nya, agar diri tak lagi alpa atas nikmat yang telah diberikan secara cuma-cuma.
Sekali lagi, mohonlah ampun! Sebab, betapa khilaf sering mewarnai. Kadang hadirnya disengaja, kadang pura-pura terlupa. Jika dipikir-pikir, diri ini terlalu naif. Berlagak aman hanya karena sedikit kesenangan. Padahal, masih banyak yang perlu dibenahi dengan saksama. Bahkan, hati juga sering kali beralasan klise atas dosa yang seringkali menghinggapi.
Ampuni aku, Tuhan. Sungguh, betapa syukur kerap kali diuji. Kadang ia luntur, padahal harusnya tak terukur. Wahai jiwa, kau lupa bahwa semesta hakikatnya fana. Kenapa urusan dunia seringkali dinilai sempurna.
Duhai hati.
Wahai jiwa.
Sadarmu seringkali melemah, ketika perbuatan dosa dengan sengaja membuncah. Sombongmu pun kian tak terarah, seolah akhirat bukan dijadikan akhir tujuan singgah. Apa kau lupa bahwa hidupmu di dunia hanya sekejap saja? Jawabannya, 'iya', kan? Tentu saja.
Ini bukan salah terka, bukan? Bagaimana tidak? Perihal duniawi tak henti dijunjung tinggi, sedang kehidupan setelahnya, dikesampingkan jua. Ah, diri ... apa kau pura-pura tak memahami semua? Mungkin saja.