Lihat ke Halaman Asli

Menemukan Diri Sendiri melalui Buku "The Joy of Missing Out"

Diperbarui: 12 September 2023   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Koleksi pribadi

Akhir-akhir ini, aku baru sadar kalau ternyata aku sudah kehilangan diri sendiri. Berusaha untuk terus menyenangkan banyak orang membuatku hilang arah. Ada kalanya aku tidak bisa mengenali diri sendiri. Terkadang, perdebatan batin memang kerap tak terkendali karena hal ini. Bahkan, aku sempat berada pada titik lelah yang tidak mampu sekadar untuk menopang badan. Rasanya lemas. Ada beragam kegiatan yang menyebabkan energi seakan-akan terkuras.

"Kamu marah ketika ada yang bilang bahwa kamu dikatakan 'khusus momong anak saja'. Padahal, kamu tidak se-nganggur itu. Kamu sudah melakukan banyak hal. Kamu menulis, belajar online untuk upgrade diri, mendampingi anak bertumbuh, memasak, berkebun, dan lain-lain. Betul?" 

Saat satu sisi hati bertanya demikian, aku mengiakan. Sebab, memang kenyataannya seperti itu. Aku sering menyibukkan diri pada banyak hal untuk menyangkal tuduhan itu. Aku ingin membuktikan pada banyak orang bahwa aku sudah berlaku produktif. Omongan yang dilontarkan padaku, yang menganggap aku hanya bermalas-malasan, tidaklah benar.

Namun, yang tidak kusadari, aku hanya sedang sibuk tetapi tidak produktif. Sebab, aku melakukannya untuk sebatas pembuktian. Sebenarnya, aktivitas itu memang bukan diperuntukkan untuk memahami kemauan diri. Selain itu, tidak sesuai tujuan karena niat awalku juga sudah salah. Seharusnya, setiap melakukan sesuatu bukan ditujukan untuk pembelaan. Iya, kan?

Aku menghela napas kasar, merasakan dada yang begitu sesak karena masih banyak pertanyaan yang berhimpitan dalam pikiran.

"Kamu juga tidak terima ketika ada yang bilang kalau kamu tidak punya inisiatif. Saat itu, kamu merasa bahwa fokusmu memang terbelah. Ada satu agenda penting yang tidak bisa dianggap remeh sehingga kamu tidak bisa fokus pada hal lain. Kamu kesal karena kamu direndahkan. Padahal, kamu sedang bertaruh pada satu mimpi yang ingin kamu gapai kalau saja tidak ada kerikil tajam yang menjadi sandungan. Apa aku benar?" 

Memang benar. Aku kerap hilang fokus ketika ingin meraih satu tujuan yang kuanggap penting. Hanya saja, orang lain tidak paham itu. Akan tetapi, aku juga salah dalam bersikap. Reaksiku sepatutnya tidak berlebihan ketika ada keadaan yang tidak sesuai keinginan. Apa lagi, faktor penyebabnya dari bagian eksternal. Aku tidak harus terlalu larut dalam drama. Terlampau meromantisasi kekecewaan yang menimpa. Toh, validasi dari orang lain tidak masuk hitungan asalkan hal yang dilakukan sudah di jalan yang benar dan juga tidak merugikan semua orang.

Orang bijak pernah berkata kalau manusia hanya perlu fokus pada apa yang bisa dikendalikan, yang diluar jangkauan sebaiknya tak perlu dirisaukan.

Di dalam buku The Joy of Missing Out yang ditulis Tanya Dalton, aku menemukan bahwa manusia tidak bisa membagi beberapa fokus dengan porsi yang sama. Itu wajar, kok. Sehingga, aku harus mengubah pola pikirku sendiri bahwa aku tidak gagal hanya karena tidak bisa melakukan banyak hal dengan takaran yang seragam.

Sekarang, sudah saatnya untuk memerdekakan diri sendiri agar tidak melulu bergantung pada penilaian orang lain. Sungguh, bukannya mau meninggikan ego, tetapi demi kewarasan diri boleh juga berlaku bodo amat, kan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline