Lihat ke Halaman Asli

Sebuah Ironi: Ketika Tenaga Pendidik Menjadi Joki Skripsi

Diperbarui: 24 Agustus 2023   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Skripsi merupakan suatu karya ilmiah yang menjadi tanggung jawab mahasiswa untuk memaparkan hasil penelitian sesuai dengan kaidah dan tata aturan tertentu. Itu bahasa sederhananya. Dalam hal ini, mahasiswa dituntut untuk menganalisis dan memahami data-data hasil riset yang telah dilakukan sebagai syarat kelulusan.

Sayangnya, entah terlalu menyukai hal-hal instan atau memang tidak berniat untuk berpikir keras, ada beberapa oknum yang rela membayar sejumlah uang untuk memuluskan agenda lulusnya itu.

Ada-ada saja. Maunya kuliah cepat rampung tetapi besar kepala dengan hasil karbitan.

Akan tetapi, kelakuan-kelakuan unik mahasiswa model begitu tidak dapat seratus persen disalahkan. Sebab, hal itu sejalan dengan banyaknya tenaga pendidik yang juga terlibat dalam praktik tersebut; yakni menjadi joki skripsi.

Itulah sebabnya, tulisan ini tercipta karena berawal dari keresahan mengenai maraknya praktik joki skripsi. Terutama, yang dilakukan oleh oknum tenaga pendidik yang kian hari kian merajalela.

Kalau dibilang miris, tentu saja. La wong orang-orang terdidik tersebut seharusnya menjadi panutan malah menyesatkan. Yang sepatutnya memberi contoh bagaimana membuat karya tulis yang baik malah menyuguhkan jalan pintas untuk dilakukan.

Bahkan, tak jarang didapati Kang Joki Skripsi ini dengan bangga menyebar brosur sebagai tanda kalau dirinya membuka jasa pembuatan skripsi lengkap dengan nomor kontaknya. Untung saja, tidak ada orang yang iseng menerornya. Kalau sampai itu terjadi, bakalan lucu sekali. 

Yang membuat tidak habis pikir lagi adalah bahwa rasa bersalah Si Joki Skripsi tidak ada. Dengan percaya diri ia menyebut kalau dirinya sang penyelamat kala ide mahasiswa sekarat. Makin remuk saja. Kebobrokan dipamerkan begitu saja. Lah, iya, to? Suatu hal yang keliru, kok, digembor-gemborkan. Apa tidak malu, ya?

Memangnya, masih punya rasa malu?

Loh? Nggak, ding.

Ah, iya. Dari pada penjelasannya makin melebar, mari mengulik satu per satu alasannya. Setidaknya, untuk menemukan benang merah yang ada. Selain itu, agar tidak terlalu berburuk sangka. Sebab, kalau diteliti lebih dalam. Perkara perjokian ini tidak akan terjadi kalau tidak saling menguntungkan, bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline