Lihat ke Halaman Asli

Saat Jarak Tak Lagi Dekat

Diperbarui: 12 Agustus 2023   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Canva editing

"Mau sampai kapan kamu kayak gini terus?"

Kata tanya itu menjelma bak kaset rusak di kepalanya. Kalau boleh jujur, perempuan yang kini sedang menatap nanar ke arah jendela di kamarnya itu pun tidak tahu pasti jawabannya. Jihan namanya, yang akhir-akhir ini memiliki kebiasaan baru, yaitu berdiam diri di kamar sambil mengamati pemandangan di luar rumah melalui jendela yang ia biarkan terbuka lebar.

"Sampai kapan?" Jihan bergumam lirih, merasakan perih yang perlahan menyusup di sanubari. Jihan sungguh lelah dengan pengharapan kosong yang sengaja ia jaga ini. Namun, untuk berhenti pun, hati kecilnya melarang. Keyakinannya masih terlalu kuat, bahwa lelaki itu pasti akan kembali ke rumah ini lagi. Namun, ia merasa takut kalau pengharapan itu sekadar semu.

Saat jarak tak lagi dekat seperti ini, Jihan baru sadar bahwa kehadiran pasangannya itu begitu berarti.

"Ah, apa masih pantas disebut pasangan?"

Pikiran Jihan kian kacau kala bayangan tentang pujaan hatinya itu melintas. Ada sesak yang tanpa aba-aba merambat. Jihan terisak pelan ketika ingatan tentang pertengkaran hebat itu berkelebat di kepala. Perdebatan yang tak sengaja menyisakan duka yang berkepanjangan.

"Kamu selalu saja begitu, Mas. Selalu nggak enakan sama orang lain, tetapi nggak mikir istrimu di rumah, tuh, lagi butuh apa dan keadaannya gimana. Di sini, aku nunggu-nunggu untuk sekadar makan bareng di rumah. Lalu, kamu dengan nggak tahu dirinya menghabiskan waktu dengan teman-temanmu itu tanpa kabar sama sekali." Kala itu, Jihan menangis tersedu sembari berusaha melunturkan emosinya yang telanjur menggebu. "Setidaknya ... kasih tahu aku, Mas! Biar aku nggak nunggu kayak orang gila sampai tengah malam kayak gini." lanjutnya penuh amarah.

Kalimat panjang Jihan malam itu menjadi awal mula bencana. Liam---suami Jihan, pun emosinya turut tersulut. Perdebatan tanpa henti terjadi sepanjang malam. Hingga puncaknya, Liam pergi dengan membawa lukanya sendiri.

"Lelaki itu kalau ada masalah memang begitu, Ji. Ia butuh jeda, menenangkan diri sejenak. Baru setelah itu, ia akan menjelaskan dengan gamblang alasan yang ia punya. Beda dengan perempuan, yang biasanya akan meluapkan segala keresahannya saat itu juga biar lega. Makanya, nggak heran kalau Liam memilih pergi kalau kamu terus menerus menuntut penyelesaian masalah malam itu."

Jihan seketika tertampar dengan penjelasan dari Rima---sahabatnya, beberapa hari yang lalu. Lantas, ia merenung dan menggali lebih dalam mengenai sikapnya yang keterlaluan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline