Lihat ke Halaman Asli

Ella Yusuf

Tukang Kebun

Bilal

Diperbarui: 21 November 2017   03:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="thelifeinfocus.deviantart.com"]Dua ujung bibirnya tersungging jenaka, memperlihatkan bekas ompong dari satu gigi yang baru tanggal kemarin. Dan seperti biasa a, ketika ia melakukan itu –tersenyum maksudku- mata kecokelatannya bersinar seolah ada bintang di sana. Kian hari ia kian mirip denganmu. Bibir, mata, Lesung pipit, halus rambutnya,  kulitnya, hidung tingginya. Ah a, bagian fisik mana yang tak diambilnya darimu? Dan seolah tak cukup ia merampok semua genmu, ia juga suka ngambek kalau aku masak ikan. Bilal tak suka bau amis, sama sepertimu. Gerutuan kalian pun mirip ketika mencium harumnya bandeng goreng. Ah, dua pria bodohku.

Bilal hari ini genap 5 tahun a. Sebentar lagi ia akan masuk TK B dan seperti yang kau pesankan dulu, aku memilih sekolah PAUD yang tidak mengajarinya membaca atau matematika. Tapi kau tahu kan a, kalau anak kita sudah bisa menuliskan namanya, nama datuknya, dan namamu? Cerdas benar dia. Dan tak hanya itu, akhir-akhir ini ia suka ikut abahnya ke At Taqwa kalau abah sedang ada jatah mengumandangkan adzan. Tinggal tunggu waktu hingga akhirnya ia jadi muadzin bersuara merdu, seperti Bilal sahabat nabi yang kau idolakan itu.

“Kasih ke mamah, sayang...” lihat a, betapa gagahnya anakmu membawa ujung tumpeng buatan rnin. Siapa sangka batik yang diberikan ombainya sudah muat sekarang? Batik merak yang dibawakan ombai dari kediri sangat mirip dengan batik yang kau pakai waktu kecil dulu. Hanya gaya rambut kalian yang membantuku membedakan mana Bilal, mana dirimu hari ini. “Yeeyy, salim ke mamah bang,” kudengar seruan aunty-nya di belakang. Dengan patuh ia menggerakan tangan kecilnya. Jemari mungil itu menggamit tanganku sambil disunggingkannya lagi senyum ompong itu. Seketika mataku panas. Entah sampai kapan aku harus menumpuk dosa dengan menyesali keputusan Tuhan untuk mengambilmu dari sisi kami a. Buliran air panas jatuh melesat bergantian dari kantung mataku, “selamat ulang tahun yaa...” kuterima ujung tumpeng darinya, kuciumi anakmu, kupeluk dia, dan kubisikkan semua doaku dan doamu di telinganya. A, tolong aminkan doa kita dari tempatmu, tempat yang lebih dekat jaraknya dari Tuhan.

 

**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline