Lihat ke Halaman Asli

Ella Yusuf

Tukang Kebun

Rin (Chapter 4 of 5)

Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua orang berkumpul di lantai bawah, beberapa mobil sudah siap di luar. Umi-san membangunkanku dan langsung menyuruhku bersiap-siap. Tuan besar ambruk di Kyoto dan meminta kami semua datang menyusulnya. Ini pukul satu pagi. Hawa dingin terus menjalari punggungku.

Ketika turun, tuan muda dan nyonya sudah berdiri menunggu. Nyonya tengah mengobrol dengan laki-laki paruh baya yang selanjutnya kukenal sebagai pengacara keluarga dan tuan muda sibuk menelepon.

Saat aku menuruni tangga, mereka semua memandangku tapi lalu tuan muda membuang mukanya. Kutundukkan pandanganku dalam-dalam.

Tak lama setelah itu kami berangkat, nyonya satu mobil dengan tuan pengacara dan aku digiring ke mobil yang sama dengan tuan muda. Selama perjalanan kufokuskan diriku berdoa untuk tuan besar. Sebelum turun tadi aku sempat mengambil jimat keselamatan dari kuil di Toyama. Kuenyahkan perasaan tak nyaman karena tatapan tuan muda. Kugenggam jimat sambil terus berdoa agar dewa menjaga tuan besar.

**

Ia terus mencengkram jimat. Matanya menatap ke bawah, meski terlihat tenang Hiro tahu bahwa gadis di sampingnya berusaha duduk sejauh mungkin. Gadis licik, benak Hiro. Ia tidak akan tertipu dengan wajah pucat dan mata sedih itu.

Seolah tak cukup kakek dibuat terpukul dengan pengakuan ibu, kini muncul pengerat kecil di rumahnya. Hiro menghela nafas. Ia benar-benar marah ketika Tomine mengabarkan bahwa setan kecil ini datang dan akan menetap.

Atas permintaan kakek, Hiro kembali ke rumah utama dan meninggalkan tumpukan pekerjaan di lab. Ia dengan patuh mengerjakan semua tetek bengek membosankan di perusahaan dan membiarkan kakeknya menghilang untuk beristirahat. Tapi mendadak diminta untuk mewarisi perusahaan dan menikah di luar perkiraannya.

Ddrrrt... drrt...

“Ya, aku sudah tahu. Kami sedang dalam perjalanan, terus bujuk dia.” Jawab Hiro. Ini sudah telepon ke tiga, pihak rumah sakit menanti izin keluarga untuk segera melakukan prosedur operasi karena kakek menolak tindakan apa pun.

“Apa tuan besar baik-baik saja?” cicit Rin dengan alis bertaut. Hiro menatapnya, “apa itu penting untukmu?” jawabnya tajam. Rin menelan ludah dan menundukkan pandangannya. Ia menggumamkan kata maaf lalu kembali diam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline