Lihat ke Halaman Asli

Ella Yusuf

Tukang Kebun

Yang Tercinta

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1393578932416672043

"Baa, keluarga udah ikhlas, aba gak usah pikirin emak, anak banyak yang mau urus…" ujar uwak berkali-kali di telinganya.
Kugenggam kantong plastik berisi belimbing erat-erat. Tak bergeming, dadaku serasa mencelos. Mataku tertuju pada wajah keriput yang kini berbaring di dipan kumal. Nafasnya bergemuruh. sesekali air keluar dari sela-sela matanya yang terpejam.Wajah yang dulu terlihat cerah karena wudhu, kini menguning tak lagi kukenali.

"Abaa, yeuh si eneng tos datang…"ujar emak sambil mengulurkan tangan, memintaku mendekat. Kusambut tangan emak dan langsung kucium dahi dan pipinya.
"Assalamuallaikum baa," kudekati aba, kuciumi beliau. Meski tak ada kata-kata, meski ia tak menggerakan ujung jarinya air lagi-lagi mengalir dari sela-sela. Luluh lantak sudah pertahananku. Kantong plastik berisi belimbing terjatuh. Aku menangis sejadi-jadinya. "Baa…" kugamit tangan kurus Aba. Tangan inilah yang dahulu menjadi kalam ketika aku membaca Quran, tangan inilah yang menggendongku dengan penuh rasa sayang.
Ya Tuhan, sudah sebulan lebih aku tak menengok aba. Dengan bodohnya kubawa sekantong belimbing pesanan Aba… dari sebulan yang lalu!

"Kaa udah, jangan nangis lagi. ambil wudhu bacain yaasin bareng ita," ujar mama yang sedari tadi berdiri di belakangku. Kutarik nafas dalam-dalam, meski air mata tak bisa berhenti kukuatkan diriku untuk mengambil wudhu.

Kubaca surah Yaasin bersama ita. Suara kami serak, kudengar sesekali ita menarik nafasnya berat, ia juga sama sepertiku, hilang kontrol atas emosi. Belum pernah aku mengira bahwa membaca surah Yaasin bisa terasa sepilu ini.

***

"HHHH!!" Nafas aba tiba-tiba terdengar keras. Itu sekitar pukul 3 pagi. Aku sedang mengupas belimbing yang kubawa untuk Emak ketika tiba-tiba bapakku melepaskan Quran dari genggamannya.

"Laaa ilaaa ha ilallah… Laaa ilaa ha ilallaah…" seru bapak dengan keras. Suaranya mengagetkan semua orang di ruangan.

Uwak nyai dan mama dengan segera mendekati dipan.

"HHHH!!!"

"Laaa ilaaa ha ilallaahh!" Bapakku mengusap ubun-ubun Aba dengan air zamzam. Aku tak bergeming, aku hanya diam dan menonton semua orang lalu lalang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline