Lihat ke Halaman Asli

Analisis Novel "Sabtu Bersama Bapak"

Diperbarui: 26 Februari 2018   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Novel yang ditulis oleh Adhitya Mulya berjudul "Sabtu Bersama Bapak" ini menarik perhatian saya untuk mengulas isi  di dalamnya. Bukan hanya saya, akan tetapi seorang produser film, Ody Mulya Hidayat, tertarik untuk menjadikan novel ini sebagai sebuah film. 

Tema yang diangkat oleh Adhitya Mulya tidaklah asing, tetapi juga tidak umum, yakni tentang keluarga. Tidak sampai di situ saja, novel ini juga mengandung unsur romansa yang tak terduga. Berkisah tentang sebuah keluarga yang berdomisili di Kota Kembang Bandung, Jawa Barat. Beranggotakan seorang bapak berusia 38 tahun, Gunawan Garnida yang beristrikan Itje, wanita berusia 35 tahun. 

Mereka berdua dikaruniai dua jagoan, Satya Garnida dan Cakra Garnida. Akan tetapi kebaahagiaan dalam keluarga mereka terenggut ketika sang bapak meninggal dunia akibat penyakit kanker yang diderita.

"Sabtu sore yang dingin. Itje menggendong Cakra yang masih berumur lima tahun dan menggandeng Satya yang berusia delapan tahun. Mereka masuk ke sebuah ruang. Kedua anak itu masih menangis. Sudah sekitar dua minggu mereka selalu sedih. Itje tahu dia harus kuat untuk anak-anak. Dia tahu, sekarang dialah yang menjadi satu-satunya pilot dalam pesawat yang bernama Keluarga Garnida ini. Gunawan, sang suami, sudah menyiapkan semua bagi mereka. Sesuatu yang menurut Itje sangat cerdas." (halaman 3)

Kutipan di atas cukup terang dalam menyampaikan tema dari cerita yang akan dibawakan pada novel. Pada bagian prakata dan prolog juga terdapat hal-hal yang menyinggung tema keseluruhan dari novel ini.

Tokoh-tokoh di dalam Novel Sabtu Bersama Bapak ini beragam dan memiliki gambaran karakter yang cukup unik dan identik. Jujur saja, ketika saya membaca novel ini, saya terus saja terbayang akan tokoh-tokoh yang telah dipilih di dalam filmnya. Kebetulan, saya membaca novel ini jauh setelah film tayang di layar lebar, bahkan layar televisi. Bagi saya, film Sabtu Bersama Bapak tidaklah mengecawakan jika dibandingkan dengan novelnya. 

Bagian-bagian pada film takada yang jauh berbeda dari novelnya. Tokoh dalam novel pun tervisualisasikan dengan cukup baik dan harmonis. Pertama, Gunawan Garnida, sosok seorang bapak dan suami yang tegas bagi keluarganya, bijaksana dengan segala perencanaan sempurnanya, serta berhasil menjadi kepala keluarga yang terbaik bagi istri dan anak-anaknya.

"Video dimulai dengan sebuah kursi kosong di kamar Pak Gunawan. Dia muncul di dalam gambar dan duduk di kursi. Dia langsung berbicara ke arah handycam.

"Hari ini Bapak punya cerita. Cerita tentang Bapak dan Mamah sebelum kalian lahir."

Dia membetulkan sikap duduknya.

"Planning is everything. Ini adalah sesuatu yang bapak pelajari agak terlambat. Bapak tidak ingin kalian terlambat juga. Bapak masih ingat, waktu lulus kuliah, abis itu dapat kerja, kemudian pacaran dengan Ibu kalian. Gak lama, Bapak gagah-gagah aja ngelamar Ibu kamu. Kita tentukan tanggal nikah. Waktu itu masih gak mikir. Semuanya baru kepikiran ketika hari pernikahan udah dekat. Ternyata selama ini Bapak tidak mengatur keuangan dengan baik." (halaman 18)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline