Menyongsong Hari Santri Nasional.
Alhamdulillah, tanggal 22 Oktober telah diresmikan oleh Presiden ir.Haji JokoWidodo sebagai Hari Santri Nasional. Usulan NU melalui usaha PBNU KH. Said Aqil Siroj ini perlu kita apresiasi sebagai hal positif yang mengajari kita betapa berjasanya para santri dalam mengawal NKRI. Sungguh sulit diurai dengan kata kata, mereka bermetaformosis dari zaman Wali Songo sebagai entitas yang sangat minoritas berjuang melawan penjajahan Belanda bersama sama masyarakat umum tanpa pamrih. Suatu perjalanan yang sangat panjang sehingga tidaklah berlebihan jika hari santri ini dijadikan setidaknya penghormatan terhadap jasa jasa mereka meski mereka sendiri tak mengharapkan itu semua.
Peringatan ini lebih menekankan kepada generasi kita dan mendatang agar mengambil intisari dari semangat yang luar biasa dahsyatnya dalam melawan arogansi penjajah Belanda dan Pemberontak PKI[caption caption="Kirab Taaruf 1 Muharram di Kampung Inggris Pare. Courtesy Purwandi Ipung.facebook .com"][/caption]. Nah intisari semangat inilah yang kita gunakan dalam mengisi pembangunan setelah kemerdekaan agar santri tidak kalah berkompetisi dengan elemen bangsa yang lain.
Mereka tidak layak dimarjinalkan dalam era ini bukan karna jasa orang terdahulu dengan titel yang sama tapi karna mereka sebagai warga negara berhak diperlakukan “equality between citizens” atau “al musaawat baina annasi”. Meski demikian, mereka (Santri) juga tak boleh dikultuskan sehingga elemen bangsa yang lain termarjinalkan.
Walau dalam beberapa fikiran bertolak belakang dengan KH. Said Aqil Sirodj, untuk kali ini saya tak layak untuk menyimpan jemari saya jauh dari keyboard komputer demi tersusunnya artikel ini.
Selamat menyambut Hari Santri!!!
Nurkholis Ghufron.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H