Lihat ke Halaman Asli

Islam Nusantara Yes, Anti Arab No...

Diperbarui: 24 September 2015   09:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Larangan Anti Arab Yang Pertama.

Baginda Rasulullah ﷺ berkata kepada Salman Al Farisi (orang Non Arab:Persia atau Iran sekarang): Hai Salman janganlah kamu membenciku yang menjadikanmu memisahi agamamu. Salman berkata :” Bagaimana mungkin aku membencimu sedangkan melalui dirimulah saya mendapatkan hidayah?.” Rasulullah ﷺ menjawab : “Kamu membenci Arab dan kamu membenciku.”Hadits riwayat Tirmizi dan Hakim Ra dengan sanad khasan ghorib.

Mungkin kita bisa mengkritisi sejenak hadist ini di luar pembahasan isnad, matan dan status hadist. Adalah sangat menarik jika larangan untuk membenci Arab ini disampaikan Nabi kepada orang Persia yang bernama Salman karna pada saat itu juga sudah ada muallaf dari benua lain, Bilal bin Rabah dari Afrika yang juga sangat dekat dengan Nabi ﷺ. Kenapa perbincangan yang intinya melarang “Anti Arab” ini dititipkan kepada Salman, seorang Persia yang sekarang bernama Iran?. Apakah ada hubungan kebangsaan Iran dan sentimen anti Arab ? dalam kancah “Anti Arab” isme di zaman setelah wafatnya Nabi.

Peristiwa ini terjadi kurang lebih pada tahun 5 Hijriah atau 1431 tahun yang lalu (berdasar kalender Hijriah ) yang artinya sebelum Syiah yang sekarang kita kenal sebagai mazhab di luar Aswaja terbentuk dan jauh sebelum sentimen anti Arab zaman modern dan post modern yang diinfiltrasikan kepada pergerakan Islam di luar Arab.

Kalau ada argumentasi bahwa terminologi Anti Arab ini ini didasarkan pada alasan bahwa Abu Jahal, Abu lahab dan kaum yang memusuhi Nabi adalah orang dari bangsa Arab. Jika argumen demikian ini bisa menjustifikasi gerakan Anti Arab maka tentunya Nabi ﷺ tak akan mewasiatkan ini kepada Salman yang konsekwensinya diriwayatkan oleh periwayat hadist yang kemudian dihafalkan, dikelompokkan dan dibukukan untuk sampai kepada kita untuk kita amalkan. Tapi Nabi ﷺ telah menyampaikan nasehat ini kepada Salman yang kelak mewakili kebangsaan Salman, Iran sebagai pusat Syiah.

Dalam dialog pertama dalam hadist di atas “ Janganlah kamu membenci ku wahai Salman sehingga dengan itu kamu memisahi agamamu !” . Dapat kita mengerti di sini bahwa memb enci Nabi ﷺ adalah sebab dari pisahnya Salman dengan agamanya , Islam. Kata yang dipakai Nabi bukan irtadda, atau khoroja yang bermakna murtad atau keluar dari agama tapi menggunakan kata “Faaroqo” dari akar yang sama dengan “firqoh” bermakna kelompok. Jadi, membenci Nabi boleh jadi orang yang bersangkutan akan tetap dalam “ Islam” tapi berpisah dari ajaran Islamnya Nabi ﷺ sesuai dengan ramalan berpecahnya Islam.

Menjawab Salman yang tak mungkin membenci beliau , Nabi ﷺ mengisyaratkan dalam hadist ini bahwa dengan bermula membenci Arab “tubghizdularoba”, maka kamu akan membenciku ”fatubghidzunii”. Dengan kata “fa” bermakna “maka” “atau tersebab dari itu” atau dengan tindakanmu itu , maka kamu juga melakukan tindakan itu kepadaku (Nabi ﷺ). Di sini telah tercipta korelasi yang kuat bersambung dari aksi membenci Arab ini akan menjadi pintu untuk membenci Nabi yang ada di dalam bangsa Arab.

Cinta Islam Nusantara tanpa Anti Arab .

Perdebatan terminologi Islam Nusantara yang diusung oleh NU memanas di medsos yang menjadi cermin dari situasi di masyarakat teraktual dalam memahaminya memang terbelah menjadi dua Pro dan Kontra . Salah satu penyebab semakin tajamnya perdebatan yang menjadi tidak produktif bagi peradaban Islam di dunia seperti yang digadang gadang dalam jargon Islam Nusantara ini adalah salah paham akan makna Islam Nusantara itu sendiri. Kesalahpahaman itu dipicu oleh sikap organisasi ini pada dekade belakangan dalam menterjemahkan dan menyikapi kejadian aktual kepada ummat Islam baik internal NU maupun muslim Indonesia khususnya yang cenderung tidak tawassuth dan i’tidal bersembunyi dalam stempel “moderat” yang diseruakkan ke publik.

Padahal Islam Nusantara adalah Islam dalam makna Islam yang tetap memegang adat adat Nusantara yang telah diislamkan oleh Walisongo. Walisongo sebagai penyebar Islam di tanah Jawa khususnya tidak boleh dengan sengaja dieliminasi oleh siapapun karna itu adalah keberislaman kita. Disukai atau tidak, berwasilah terhadap merekalah kita mendapatkah hidayah.

Jadi hadist ini jika kita letakkan sebagai rumus yang salah satu elemennya kita ganti dengan walisongo maka akan berbunyi;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline