Lihat ke Halaman Asli

To Drive Not To Be Driven

Diperbarui: 13 September 2015   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam suasana “ghouzul fikr” atau perang pemikiran atau “discursive Struggle seperti zaman kita ini ada kalanya kita harus mengencangkan ikat pinggang menjawab semua tantangan pemikiran itu. Namun jika kita terlalu fokus untuk meladeni setiap panah yang diarahkan kepada kita maka kita akan patah dan terjatuh sebelum menang.

Ada sistem senjata produksi Amerika Serikat yang diuji pada perang Teluk terakhir untuk menghadapi Saddam Husein dan tentaranya di Iraq di darat. Sistem ini dicangkokkan pada otak persenjataan yang dibawa oleh tank Abraham yakni pada roket atau rudal. Dengan sistem Fire and Forget, informasi tentang target dari rudal dihimpun hanya beberapa saat sebelum peluncuran dengan lengkap meliputi ketinggian, gps, sensor gerak, sensor rotasi, radar otomatis, optik infra merah yang disematkan pada rudal tersebut tanpa panduan yang berkesinambungan dari peluncur hingga sampai pada target. Dengan demikian, setelah rudal diluncurkan, tugas untuk mengimput target baru sudah bisa dijalankan sehingga efisiensi , keakuratan dan kecepatan peluncuran dapat dijalankan dengan sangat baik. Dan terbukti, di lapangan senjata ini memporak porandakan pasukan Saddam yang kala itu sanggung membayang bayangi hegemoni Amerika serikat di wilayah teluk.

Analogi dalam perang pemikiran kali ini adalah, ketika kita merenspon sebuah ‘hujatan, agitasi, fitnah dsb’ kita persiapkan dengan baik lengkap semua hal yang dibutuhkan untuk menjawab itu pada makalah yang kita susun. Selesei kita luncurkan, biarkan dia mencapai sasaran tanpa panduan dari kita karna itu akan menghabiskan energi bahkan anda mungkin akan kehilangan makan siang gara gara status anda dikomentari pedas. Pada saat yang sama anda telah menghimpun status baru untuk menjawab hal hal lain yang mungkin datang tiba tiba seperti musibah di Masjidil Haram yang diplintir habis.

Dengan demikian filosofi “To Drive not to be driven” tercapai yang dampaknya bukan hanya di dunia maya , di dunia real pun kita tak gampang tersinggung apalagi dengan istri sendiri he he ...hope so. Aamin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline