Sudah lupa bagaimana caranya bertutur kata. Rasanya tertekan tidak menyenangkan. Kapan terakhir kali? Entahlah sudah terlalu lama untuk di ingat kembali.
Sampai dia wafat, aku tetap merindukannya. Rumah itu selalu menjadi tempat makan paling enak yang pernah ada dalam duniaku.
Mengenai give and take, pasti semua orang ingin melakukannya terlebih-lebih dia. Aku tahu betul bagaimana rasanya, meski hanya melihat saja. Kenapa yang lain bisa, padahal statusnya sama?
Melihatnya saja membuatku sakit. Aku tidak ingin melihat dia demikian tapi aku bisa apa? Aku akhirnya mengerti serta mulai untuk tidak menuntut lebih. Yah. Tidak menuntut lebih.
Dahulu, ingin sekali rasanya kesana terus bersamanya. Jika keberadaan ku hanya membuat dia terluka, aku rela tidak datang ke sana meski itu adalah rumah yang selalu ku rindukan.
Itu rumah yang selalu ingin aku tinggali lebih lama tapi tidak bisa. Itu rumah yang perjalanannya singkat, tapi selalu terasa jauh. Tuhan, tolong permudah.
Give and take. Lagi. Tidak pernah ada. Sakit sekali rasanya melihat demikian. Aku benar-benar sakit. Tolong jangan beri kekurangan.
Sakit. Ini sangat sakit. Dari sekian banyaknya, dia dengan sukarela ingin bertandang. Karena apa? Alasannya sangat menyayat hatiku.
Di antara semuanya, dialah yang paling tidak beruntung. Tolong jangan berikan dia kesusahan. Beri kami keberuntungan, beri kami jalan yang mudah.
Saat mereka datang hatiku tersayat, kapan aku berikan mereka balasan? Kapan? Kapan? Kapan terus menghujam jatuh di bayangan hatiku. Terus menusuk dengan tergeruk. Sakittttnya tidak ketulangan lagi.
Dia benar-benar datang. Kenapa berinisiatif untuk datang? Kenapa? Pertanyaan ini terus menghantuiku. Ohhhh sungguh malangnya dia. Dia yang Malang, kasihanilah dia Tuhan.