Lihat ke Halaman Asli

Khof H

Penulis

Tentang Sebuah Persembahan

Diperbarui: 13 Agustus 2020   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Anak adalah anugrah dan rezeki bagi orang tua. Setuju kah saudara dengan itu?"

"Tentu saja" 

Begitulah awal percakapan kami. Dia seorang penulis buku. Yah, orang yang ku tanyai perihal anak sebagai anugrah dan rezeki itu adalah seorang penulis buku. Hatiku tersayat ketika membaca salah satu bukunya. Isi dari buku itu tentu saja tak usah di pertanyakan, luar biasa bagusnya. Dengan penuh penghayatan dan data yang akurat sesuai dengan fakta dia menulis buku itu. Aku sangat kagum padanya. Tapi yang menyayat hatiku adalah terletak pada kata pengantar yang dia tulis. Bukan hal baru kata kata yang dia tulis. Sama seperti buku yang lain tapi entahlah aku terasa tersentuh dan baru memikirkan nya. 

Mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan mempersembahkan karya tersebut kepada orang tertentu adalah hal biasa yang ditulis pengarang bahkan saat kita menulis kan suatu makalah mau pun mini research untuk keperluan tugas sekolah biasa kita menggunakan kata itu. Entah angin apa yang berhembus kala itu membuat aku merinding saat membaca "Buku ini ku persembahkan untuk ibuku tersayang,yang dengan dirinya aku menjadi seperti sekarang". Deg,deg, deg.... 

Seolah duniaku berhenti sebentar. "Ku persembahkan untuk ibuku". Kata itu terus berputar di kepalaku. 

Aku masih setia dengan lamunanku. Dia mempersembahkan sebuah buku yang sangat bagus untuk ibu nya. Sungguh kebaikan mengalir disetiap kata yang orang baca. Tersayat lah hatiku. Aku juga punya ibu. Apa yang telah aku persembahkan? Aku benar-benar anak yang tidak tau diri. Ibu maafkan lah aku. Air mataku bahkan pergi meninggalkan tempatnya tanpa perisi. Sebegitu pantaskah aku untuk itu?

Aku mulai bernostalgia dengan waktu. Semenjak aku berada di rahimnya hingga kini menginjakkan kaki di bumi dengan nafas dan menatap langit. Semenjak mulai mengingat, aku tak pernah mampu memberikan hal yang teramat berarti untuk di persembahkan padanya. Tidak pernah ada. Setidak berguna itukah aku tuhan? Tak satupun pencapaian yang bisa ku persembahkan. Sebodoh itukah aku? Hingga satu saja hal di dunia ini tak bisa ku mengerti untuk di persembahkan padanya. 

Wanita yang telah melahirkan aku, bertaruh nyawa, mengandung 9 bulan lebih semua itu bukan hal yang mudah. Bukan hal main main. Air ketuban mu yang pecah tak bisa ku ganti. Darah yang kau keluarkan tak bisa ku kembalikan bahkan dengan nyawaku sendiri. Aku tak bisa mengembalikan darah mu yang pergi. Air susu mu yang membuat aku kuat untuk tumbuh. Semua yang kau berikan padaku termasuk doa-doa membaluri seluruh tubuhku menjadikan ku manusia. 

Untuk ibuku,

Anak seperti apa yang kau dambakan? Apa aku sudah termasuk dalam kategori itu meski hanya sedikit. Apa ekspektasi mu sesuai kenyataan? Apa lelahmu mulai dari 9 bulan lebih mengandung ku, menyapih lalu membesarkan ku sampai titik ini hingga ke air mata beserta keringat mu, apa sudah sembuh walau hanya beberapa? 

Atau aku malah membuatmu lelah dari masa sebelumnya? Membuatmu berkeringat ekstrak membesarkan lalu menambah air matamu ketika aku dewasa? Luka yang belum sembuh sebelumnya harus bertambah seiring berjalannya usiaku? Apakah benar begitu? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline