Lihat ke Halaman Asli

Nur Jannah

Guru Penulis

Tragedi di Bawah Pucuk Cemara

Diperbarui: 9 Maret 2023   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tragedi di bawah pucuk Cemara

"Auuu ...!"

Purnama adalah laki-laki yang sangat kucinta. Sinarnya teramat emas memendar ke seluruh malam. Pucuk cemara adalah tempatku biasa bertengger tuk bermandi sinarnya.

Kutitipkan senoktah harap di sulur cahaya malamnya. Sangat beruntunglah ketika ia menjamah dasar hati. Menjadi tempat berbagi. 

Berpurnama-purnama kuikuti candanya. Meninabobokan malam menceritai bahagia. Senyum tawa menyatu di bibir berdua. Cekekeh riang, bahkan kala mata lain tak mampu pejam, jadi saksi gema bahagia.

Namun purnamaku terlalu kilau. Kutahu banyak wanita lain merindunya. Dada semakin merah. Mereka cemburu. Dendam bergejolak. Berkolaborasi meruntuhkanku dari istana bahagia di pucuk cemara.

"Auuu ...!"

Wanita Anjing liar melolong panjang sekali. Mengumpulkan seluruh bala tentara. Dari anjing liar muda, anjing liar bengek, anjing liar rintih, bahkan anjing liar berbulu domba.

Mereka ramai-ramai menyerangku dari segala sisi. Memutilasi setiap bagian tubuhku yang seluruhnya teraroma harum tubuhmu. Darah yang mengucur dari hatiku pun dijilati. Disesapi. Dicelucrup sedemikian hirup. Hingga tersisa potongan-potongan putih tulangku yang semuanya terukir namamu.

Ya Tuhan! Kulihat arwahku melayang. Kupandangi dengan mata kepalaku sendiri yang tengah nikmat mereka lidahi.

"Auuu ...!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline