Lihat ke Halaman Asli

Nur Janah Alsharafi

Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

Chofidah dan Covid

Diperbarui: 23 Oktober 2020   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nexuminter.com

                                                                                                       Image from : tirto.id

"Berzikirlah  (ingatlah)  kamu kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula padamu ! " (QS:Al Baqarah; 152)

Namaku Chofidah, memang demikianlah namaku. Aku ceritakan kembali perjamuanku bersama Covid-19.Perjamuan dua mahluk Allah swt, Chofidah dan Covid . Aku mencoba melakukan introspeksi diri, bagaimana caranya si Covid-19 membobol benteng pertahanan protokoler kesehatanku. Setiap keluar rumah aku senantiasa bermasker. 

Didalam tas senantiasa tersedia hand sanitizer. Untuk urusan cuci tangan pakai sabun, sejak sebelum pandemi pun aku termasuk orang yang rajin mencuci tangan pakai sabun dimanapun berada. Jaga jarak dan bersalaman, kedua hal tersebut sejak awal pandemi memang aku taati. Lalu mengapa si Covid-19 bisa menyusup di tubuhku ?  

"Sudahlah dik Chofid, jika adik cari bagaimana caranya si Covid-19 hadir ke tubuhmu. Persoalan itu tak akan pernah selesai. Justru dik Chofid jadi tak focus untuk pemulihan," ujar abang.

Akupun terhenyak dengan ucapan itu , bukankah aku telah belajar ikhlas, tawakal serta terus husnuzon dengan semua kondisi ini. Akhirnya kuputuskan untuk konsentrasi pada pemulihan kesehatanku.

Namaku Chofidah, jurus ketiga yang kutempuh adalah hadirkan suasana bahagia. Emosi positif yang namanya bahagia rasanya kontras dengan kondisi yang aku alami. Ketika si Covid-19 hadir ke tubuhku dan membuatku merasa kotor, jijik, bervirus, sakit dan banyak lagi hal negatif yang kualami. Namun disisi lain aku harus mencoba untuk hadirkan emosi positif pada jiwaku juga pada tubuhku secara utuh, bisakah kau lakukan Chofidah ?. 

Aku yakin aku bisa, dengan ijin Allah swt apa yang tidak bisa dilakukan. Zikir...ya zikrullah membuatku tenang dan bahagia. Setiap mulutku melafalkan  Subhanallah walhamdulillah wala ilaha ilallah allahu akbar ....  hatiku merasa tenang. Setiap mulutku melafalkan Astaghfirullahaladzim  .......hatiku merasa nyaman . 

Setiap mulutku melafalkan  Allahumma sholi ala muhammad........ hatiku merasa damai. Aku merasa haqul yakin, Allah swt akan mendengarku melalui sholat, doa , zikir juga amal kebaikan yang kulakukan karenaNya. Selain itu sebagai ujud atas segala qadarNya,  aku tetap harus bersyukur dan bahagia apapun keadaanku. Bersyukur dalam sujud panjang yang lama ketika sholat, tak hanya berdampak menenangkan namun juga menjadi terapi agar lendir/dahak terkumpul sehingga lebih mudah dikeluarkan. 

Aku mencoba tersenyum, tertawa, gembira bahkan kegembiraan itu secara ekstra aku hadirkan melalui canda lucu dengan abang dan anak-anak juga melalui tayangan film lucu, menikmati coklat hangat, olah raga, berjemur di matahari, pelukan jauh dengan abang. 

Ya, Alhamdulillah aku berhasil. Hormon bahagia (1) mulai membanjiri tubuhku. Hormon dopamin, serotonin, endorphin dan oksitosin  hadirlah ke tubuhku......hadirlah ke jiwaku. Dengan ijin Allah swt , hormon bahagia  ini secara perlahan membantuku untuk bisa senyum dan kuat hadapi hari-hari isolasi mandiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline