Lihat ke Halaman Asli

Nur Janah Alsharafi

Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

The Lady (The Chameleon Part 2)

Diperbarui: 24 Oktober 2020   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image diambil dari : gambarlucu.com

Patutkah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: "Kami beriman", sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu cobaan)?  (QS Al-Ankabut: 2)

1

Cinta adalah cinta. Meskipun cinta disajikan dengan bumbu derita dan airmata, namun cinta tetap tak pernah hilang makna. Demikian cinta Srikunti pada Bima suaminya. 

Meskipun Bima telah jatuh terjerembab dalam jurang derita oleh ulah Dewi Matrim sang iblis betina, namun Srikunti tetaplah genggam erat rasa cintanya pada Bima. Kini Bima tengah diberi karma bertapa di jurang derita. Pada saatnya Srikunti tetap hadir memberi semangat dan harapan untuk Bima. 

Entahlah, apakah Bima dapat membedakan yang mana emas yang mana loyang. Entahlah, apakah Bima dapat memilahkan yang mana cinta manis yang mana cinta iblis. Pergolakan di gelombang cinta Bima, antara Srikunti dengan Dewi Matrim.

 Nun disana ada raungan tangis anak negri. Nun disana juga ada jeritan harapan ibu sejati . Semua itu membuat  hati Srikunti terusik.........aku harus kuat hadapi semua ini.  Ia bangkit menatap kaca kehidupan yang ada di depannya. 

Sebuah kaca besar yang didalamnya ada bayangan seorang perempuan muda, cantik namun rapuh. Perempuan itu adalah dirinya kemarin yang terhenyak oleh panggung kehidupan yang disajikan oleh Bima, suaminya sendiri. Panggung kehidupan yang awalnya indah, dicabik-cabik oleh kehadiran Dewi Matrim, sang iblis betina.  

Semua itu wajar saja  jika ia terpuruk derita, karena ia juga manusia biasa. Srikunti masih menatap kaca besar itu, ia tatap matanya yang sembab. Ia jelajahi bayangan itu dari ubun-ubun hingga ke ujung kaki,  bayangan dirinya sebagai perempuan biasa yang tengah mandi airmata. Ia tanyakan pada bayangan itu tentang derita dan ketakutan , bayangan itu menjawab:

"ketakutanku di tingkat sepuluh"

"deritaku di tingkat delapan"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline