Lihat ke Halaman Asli

Nur Janah Alsharafi

Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

[RoseRTC] September Kupu-Kupu

Diperbarui: 17 September 2016   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Apa yang terpikir olehmu ketika melihat kupu-kupu. Perubahan dari telur, kepompong, ulat/lava dan kemudian menjadi kupu-kupu. Benar proses perubahan atau lebih tepatnya sebuah metamorfosis itulah yang selalu menarik dari seekor kupu-kupu. Metamorfosis kupu-kupu inilah membuatku belajar dan yakin suatu saat kehidupan akan lebih baik. 20 tahun sudah usia kulalui dengan segenap capaian prestasi yang cukup banyak namun citra diriku  di depan ibu tetap saja kepompong yang tak berarti. Ibu lebih menyintai 2 kakak perempuanku dengan segenap perhatian, tawa, pujian serta harta benda. Bagi ibu aku hanyalah cinderella si upik abu dan bukan siapa-siapa.

Acapkali aku bercermin menatap wajahku.  Mengapa  ibu selalu mengatakan bahwa aku buruk rupa. Acapkali aku introspeksi bagaimana sifatku sebenarnya, rasanya aku baik . Namun mengapa ibu selalu bilang aku tak tahu diri. Boleh jadi aku hampir terbang menjadi seekor kupu-kupu di luar sana, namun di rumah terkhusus lagi di depan ibu aku tetaplah kepompong yang tak berarti. Mungkin kalian akan ikut memakiku seolah aku anak tak berbakti, namun ijinkan buanglah makian kalian dan prasangka buruk tentangku. Karena di hati kecilku aku sangat cinta pada ibu. Rasa cinta inilah membuatku tetap tegar dan kuat meski di rumah aku hanya sosok kepompong yang tak berarti.

Tahun ini genap 20 tahun usiaku, 1 September 2016. Entah mengapa bulan September sangat istimewa buatku. Selain bulan kelahiran, bulan ini juga bulan keberuntunganku. Aku sering mendapatkan sahabat baik, hadiah kejuaraan bahkan keberuntungan-keberuntungan kecil di bulan ini, sehingga tak salah jika kukatakan bahwa aku cinta September. Di September ini tetap ada yang istimewa karena ada beberapa sahabatku yang selalu mengingat hari lahirku. Sejak pagi hp ku sibuk dengan masuknya beberapa pesan baik sms, WA maupun line. Namun aku memang sedang ingin sendiri. Sendiri aku meninggalkan rumah untuk menuju rumah Miwa[1], kakak almarhum papa. Aku ingin tahu lebih banyak tentang papa, dan aku ingin tahu mengapa ibu membenciku.

“Miwa, aku resah dengan kebencian ibu padaku”

“Kamu sudah dewasa Ayu,  mirip sekali dengan almarhum papamu. Kini sudah saatnya Miwa cerita mengapa demikian. Namun apakah kamu siap?”

“Hari ini Ayu genap 20 tahun Miwa, Ayu bukan anak kecil lagi. Ayu ingin kabut misteri ini terkuak, Ayu sudah nggak kuat lagi Miwa”

“Cerita yang menyakitkan Ayu, cerita duka dan lara. Ibumu membencimu karena ada pergolakan psikologis disana”

Miwa diam, air matanya meleleh di pipinya yang lembut. Miwa memang cantik seperti juga almarhum papa yang ganteng. Keluarga papa dianugerahi penampilan fisik yang jauh diatas rata-rata juga keberuntungan dari segi ekonomi. Keluarga papa  juga alim dan berpendidikan.

“Miwa, teruskan. Biar semuanya jelas”

Miwa masuk ke kamar, tak lama Miwa kembali dengan membawa sebuah kotak kayu .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline