Lihat ke Halaman Asli

Nuriyeh

Pribadi

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Tidak Berbahasa Indonesia?

Diperbarui: 6 Desember 2021   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan ragam budaya, ras, suku, dan agama. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi para penduduknya. Perbedaan budaya, ras, suku, dan agama tidak menjadi penghalang, namun itulah yang kemudian menjadi ciri khas yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Bermacam-macam perbedaan itu kemudian tertuang dalam 'Bhinneka Tunggal Ika' yang artinya Berbeda-beda, tetapi tetap satu jua. 

Sebagai negara dengan bermacam-macam suku bangsa, tentunya Indonesia juga memiliki beraneka ragam bahasa, mulai dari bahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Sunda, bahasa Batak, dan lain sebagainya. Hal ini yang kemudian menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berperan sebagai bahasa pemersatu dari berbagai bahasa yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga merupakan salah satu identitas nasional bangsa Indonesia yang harus dilestarikan keberadaannya. Namun, Saat ini penurunan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dialami bangsa Indonesia dari banyak kalangan, baik anak-anak, remaja, bahkan dewasa. 

Bahasa yang digunakan bercampur aduk dengan bahasa-bahasa lain yang terkadang berasal dari bahasa asing, bahkan berasal dari bahasa-bahasa yang tidak diketahui dari mana munculnya, siapa pembuatnya, bahkan dengan sendirinya telah menjadi bahasa yang lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari. 

Contohnya saja mager yang berarti malas gerak, wicis yang diambil dari bahasa bahasa inggris which is yang berarti yang mana, bet yang berarti banget, dan masih banyak lagi bahasa lainnya yang oleh kalangan remaja disebut dengan bahasa 'gaul'.

Berdasarkan pengalaman, penurunan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar pun dialami oleh saya dan teman-teman kelas saya dari program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang mana seharusnya lebih memahami bahwa melestarikan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan menyadari fungsinya sendiri sebagai bahasa persatuan adalah hal yang wajib, namun kami lebih sering melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa-bahasa 'gaul' yang sudah sangat populer di kalangan remaja seperti kami.

Contohnya "'btw' tadi tugasnya apa 'gaes'? Aku 'telmi'." Kata 'btw' diambil dari bahasa inggris by the way yang berarti omong-omong, kata 'gaes' diambil dari bahasa inggris 'guys' yang berarti teman-teman, kemudian kata 'telmi' yang berarti telat mikir.

Hal seperti ini disebabkan oleh lingkungan yang kami ciptakan sendiri, yakni menggunakan bahasa 'gaul' sebagai bahasa berkomunikasi sehari-hari, sehingga penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar kurang digunakan atau hanya digunakan saat berkomunikasi dengan dosen saja.

Kami menganggap bahwa berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah hal yang kaku, kami tidak dapat mengekspresikan pembicaraan ke ranah yang lebih akrab. Padahal, sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, seharusnya kami lebih menyadari dan membawa perubahan yang positif bagi diri sendiri dan orang lain untuk tetap melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari berbagai bahasa yang ada di negara Indonesia, namun juga tidak menolak arus globalisasi.

 

Yang paling penting adalah bahwa bahasa Indonesia adalah identitas bangsa dan bangsa yang kuat adalah bahasa yang mampu mempertahankan identitasnya sebagai suatu ciri khasnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline