Lihat ke Halaman Asli

Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perkara Pasal 127 UU RI No 35 Tahun 2009 (Dalam Studi Putusan No 19/Pid.Sus/2016/PNBlitar)

Diperbarui: 16 April 2020   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pngimg.com

Dalam memutuskan berbagai perkara hakim memiliki banyak pertimbangan termasuk pada Putusan No : 19/Pid.Sus/PN.Bltr atas nama ANITA SULISTIANDARI Binti SUWANDI, Pertimbangan yang di lakukan selayaknya memperhatikan berbagai teori hukum seperti teori pertanggung jawaban pidana, Teori kesalahan baik yang bersifat Dolus maupun Culpa termasuk juga Teori pemidanan yang sesuai dengan perkara seperti teori relative, teori treatment, teori perlindungan social, teori absolut (Retributive) ataupun teori penggabungan (Intergratif) selain mempertimbangkan alat bukti, keterangan saksi dan keterangan ahli atau pakar.

Pertimbangan tersebut agar benar benar dapat menghadir kan unsur keadilan bagi seorang terdakwa dari segi pertimbangan seorang hakim melalui presepsi dan sudut pandangnya, Putusan terhadap Putusan No : 19/Pid.Sus/PN.Bltr dengan menghadirkan undang undang 35 tahun 2009 marujuk pada putusan berdasarkan pasal 112 ayat 1, sedangkan terkait dengan kronologi yang di paparkan memungkinkan terdakwa juga di jerat dalam pasal 113,114,115, serta 116 dalam presepsi hukum positif pidana. 

Dalam melihat perkara pada Putusan No : 19/Pid.Sus/PN.Bltr atas nama ANITA SULISTIANDARI Binti SUWANDI juga sangat memungkinkan untuk pasal 127 UU 35 tahun 2009, yang mana terdakwa juga sebagai korban Narkotika karna selain menyimpan, memiliki serta mengedarkan yang memungkinkan terdakwa di nyatakan sebagai pengedar, penyalur, penjual dan sejenisnya terdakwa juga di mungkinkan untuk mendapatkan rehabilitasi, Karena dalam ayat 3 pasal tersebut mengatakan bahwa jika terdakwa sebagai korban penyalah guna maka di wajibkan untuk di rehabilitasi secara medis dan social.

Dengan mempertimbangkan barang bukti serta kronologi maka memungkinkan di maknai dengan asas ultimum remedium yang merupakan istilah hukum yang biasa dipakai dan diartikan sebagai penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum. Namun melihat putusan yang di ambil hakim lebih mengedepankan aspek pemidanan dari pada rehabilitasi, karena pertimbangan terkait rehabilitasi yang di rasa juga sebagai sebuah hak terdakwa selain pertanggungjawaban hukum tidak termuat dalam amar putusan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline