Umum halnya bahwa kebanyakan kita melihat jika tugas seorang laki-laki hanya bekerja dan tugas seorang perempuan bertanggung jawab atas rumah. Namun benarkah tugas rumah hanya merupakan tugas perempuan dan bekerja hanya tugas laki-laki? Bukankah perempuan juga boleh bekerja dan sewajarnya laki-laki juga ikut bertanggungjawab atas hal yang ada di rumah?
Kesetaraan gender merupakan sebuah pandangan yang menyatakan bahwa semua orang harus memiliki sebuah kesempatan, sumber daya, serta pengetahuan yang setara tanpa adanya diskriminasi serta mendapatkan perlakuan yang setara berdasarkan identitas yang bersifat kodrati. Kesetaraan gender di Indonesia telah dipelopori oleh R.A. Kartini sejak 1908. Perjuangan persamaan hak ini muncul atas ketidak adilan kepada kaum perempuan dalam aspek pendidikan.
Menurut badan pusat statistic menyebutkan bahwa, indeks ketimpangan gender (IKG) pada tahun 2022 menyentuh angka 0,459 yang dimana telah turun 0,006 poin dibandingkan tahun 2021. Disebutkan bahwa penurunan angka ini dipengaruhi oleh perbaikan pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan yang dimana penurunan ini menunjukkan perbaikan dalam kesetaraan gender.
Pada aspek dimensi pemberdayaan, persentase penduduk dengan pendidikan SMA ke atas pada perempuan telah menyentuh angka 36,95% dan pada laki-laki telah menyentuh angka 42,06%. Sedangkan, pada aspek Tingkat partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) persentase laki-laki telah menyentuh angka 83,87% dan persentase perempuan menyentuh angka 53,41%.
Di Indonesia kasus kesetaraan gender ini merujuk pada diskriminasi terhadap kaum perempuan. Yang dimana baru-baru ini banyak kasus mengenai kekerasan hingga pelecehan seksual yang dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Dikutip dari umy.ac.id dikatakan bahwa menurut Siti Darmawati, Anggota Lembaga Rifka Annisa menyatakan bahwa adanya pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia disebabkan permasalahan pada kesetaraan gender."
Hadirnya ketidakadilan gender terjadi adanya marginalisasi perempuan, subordinasi di ranah politik, stereotype, beban ganda, dan kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan berupa fisik, psikis, seksual, ekonomi, dan banyak lagi. Kekerasan berbasis gender ini sering kali menggunakan tubuh perempuan sebagai tawaran secara online. Hal ini menciptakan pola pikir tidak adanya korelasi antara pemahaman yang bagus dan pengetahuan tentang perempuan," paparnya.
Hal yang sering dialami perempuan seperti catcalling, pelecehan seksual baik secara langsung maupun tidak langsung, pelemparan tanggung jawab, dan masih banyak lagi. Pelemparan tanggung jawab terkadang membuat seorang perempuan harus menanggung beban ganda antara bekerja dan mengurus rumah. Beberapa juga banyak telah menyatakan bahwa memang sewajarnya mengurus rumah merupakan tugas perempuan dan tidak seharusnya perempuan bekerja.
Dan sebaliknya, bahwa tugas laki-laki yaitu bekerja dan tidak ada kewajiban dalam membantu mengurus rumah yang dimana mereka berpikir itu merupakan tugas seorang perempuan. Telah banyak para ulama dan tokoh terkenal menyatakan bahwa seorang perempuan hanya memiliki kewajiban mengurus keluarga, sedangkan seorang laki-laki memiliki kewajiban untuk bekerja dan mengurus kegiatan rumah.
Dan juga, seorang perempuan juga memiliki kebebasan untuk bekerja, tidak hanya seorang laki-laki. Kebanyakan kaum laki-laki merasa bahwa hal itu tidak setara karna mereka menganggap semua tanggung jawab dilemparkan kepada mereka.
Lantas bagaimana kesetaraan tanggung jawab yang seharusnya ditanggung? Bukankah perempuan juga sering mendapat perlakuan kurang mengenakkan dari laki-laki? Apakah harus bertukar kepribadian terlebih dahulu agar mereka sama-sama merasakan dan menganggap bahwa itu telah setara?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H