Lihat ke Halaman Asli

Nurilmild

Mahasiswa/Peneliti

Keamanan Tanpa Kemanusiaan: Tragedi Kerusuhan Kanjuruhan dalam Tinjauan UU Pengadilan HAM

Diperbarui: 8 Oktober 2022   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1 Oktober 2022, duka mendalam sebab peristiwa di Stadion Kanjuruhan malam itu. Awal Oktober kelabu di bumi kota Malang. Bagaimana tidak? Permainan sepakbola yang mula mula hanyalah sebuah hiburan demi mendukung tim kesayangan Arema FC berlaga, malah menumbalkan puluhan atau bahkan ratusan nyawa supporter sepakbola Arema FC dalam kurun waktu beberapa menit saja. 

Tragedi ini tidak seharusnya terjadi. Sebab tidak ada sepak bola sebanding dengan harga nyawa manusia. Ini bukan hanya duka untuk keluarga korban tetapi juga duka untuk Indonesia, khususnya untuk laga pertandingan sepak bola Indonesia. Kejadian ini diduga difaktori oleh beberapa hal, pertama beberapa supporter turun lapangan dan pihak keamanan dalam pelaksanaan Standart oprasional prosedur (SOP) pengamanannya. Dimana yang akan disorot dalam tulisan ini adalah sistem keamanan dan pengamanan yang digunakan dalam pembubaran supporter di lapangan. Ini bukan lagi tentang ketidakterimaan kekalahan pada laga sepak bola, tetapi apakah tidak seharusnya keamanan tanpa kemanusiaan? 

Memukul, menendang bahkan gas air mata juga diluncurkan apakah ini yang disebut dengan keamanan? Bukankah Keamanan seharusnya menyelamatkan bukan malah membasmi ratusan nyawa manusia hilang dari jasadnya?. Pertanyaan pertanyaan itu kemudian mendorong penulis untuk menganalisis dan mengolongkan jenis pelanggaran dalam tragedi ini  melalui pendekatan hukum. 

Dalam artikel ini penulis akan mencoba memaparkan kronologi kejadian dan kemudian menyimpulkan melalui pandangan hukum UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Mengapa demikian? Sebab hilang satu nyawa saja sudah merenggut banyak sekali hak asasi dalam diri seseorang, apalagi hingga ratusan nyawa semacam ini.

Berawal kekecewaan atas kalahnya tim kesayangan, Arema FC atas Persebaya 2-3 membuat beberapa supporter turun lapangan untuk memberikan support kepada Tim Arema dimana hal ini telah terverifikasi kebenarannya oleh Komnas HAM (Live streaming Mata Najwa, 06-10), dan dibuktikan pada beberapa video yang beredar terlihat seorang supporter Arema memeluk salah satu pemain ditengah lapangan. 

Selang beberapa waktu kemudian, supporter lain turut mengikutinya. Hal ini membuat tim keamanan memukul mundur supporter untuk kembali ke tribun, tidak hanya memukul tetapi juga menendang para supporter yang masih berada didalam lapangan. Akibat semakin banyaknya supporter yang turun lapangan, aparat keamanan turut menembakkan gas air mata. Namun sangat disayangkan, gas air mata ditembakkan pula ke arah tribun yang masih penuh dengan penonton. Hal ini mengakibatkan para supporter yang awalnya kondusif diatas tribun berhamburan untuk menyelamatkan diri. Gas air mata yang menimbulkan efek perih pada mata dan pintu stadion yang masih terkunci semakin membuat para supporter kesulitan untuk menyelamatkan diri sehingga sesama supporter saling bertabrakan dan saling injak satu dengan lainnya. Hingga tercatat memakan 131 nyawa melayang, 302 luka ringan dan 21 lagi luka berat dalam tragedi ini https://surabaya.kompas.com/read/2022/10/04/172201278/ini-nama-nama-131-korban-tewas-dalam-tragedi-kanjuruhan

"Satu nyawa pun sudah terlalu banyak, sudah amat sangat banyak. APALAGI INI" ~Najwa Shihab

Kehidupan manusia merupakan suatu dasar terlaksananya hak-hak lain yang melekat padanya dan harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidakboleh diabaikan, dikurangi ataupun dirampas oleh siapapun termasuk aparat negara sekalipun, dimana hal tersebut dijadikan pertimbangan pula dalam penyusunan UU tentang pengadilan Hak Asasi Manusia. Baca juga : https://peraturan.bpk.go.id/home/details/44993/uu-no-26-tahun-2000

Menyoroti dalam UU No 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM Bab III Pasal 7, terdapat dua bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yakni pertama kejahatan Kemanusiaan dan kedua adalah kejahatan Genosida. 

Kejahatan kemanusiaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan sebagai bagian daripada serangan yang meluas yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, dalam bentuk pembunuhan, perbudakan, pemusnahan, pengusiran atau pemindahan penduduk dengan paksaan, merampas kemerdekaan dan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan, penganiayaan dan lain sebagainya. Sedangkan kejahatan genosida sebagaimana dijelaskan pada Bab III pasal 8 UU No.26 Tahun 2000 yakni setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan sebagian ataupun keseluruhan dari kelompok bangsa, raas, ethnis, maupun agama dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan kecacatan fisik atau mental berat terhadp anggota kelompok, melakukan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam suatu kelompok, melakukan pemindahan paksa terhadap anak dari suatu kelompok pada kelompok lain.

Meninjau penanganan keamanan yang dilakukan pihak kepolisian dan jajaran TNI pada kerusuhan kanjuruhan, dimana tribun stadion yang masih kondusif dan penuh dengan supporter lain yang tidak ikut turun lapangan ditembaki dengan gas air mata. Kemudian menimbulkan kepanikan antar supporter yang menyebabkan mereka saling bertabrakan, hingga saling injak dengan supporter lainnya dan berakhir dengan ratusan korban meninggal dan luka parah. Banyaknya korban yang berjatuhan dan cara penanganan kerusuhan oleh aparat keamanan yang dianggap kurang tepat memberikan dugaan tragedi ini lebih dekat dengan kejahatan Genosida. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline