"Terlalu fokus pada hal besar hingga lupa hal lainnya" mungkin kata itu "cukup" tepat untuk menggambarkan kejadian tanggal 17 Februari 2019. Ya pada hari itu Ahad, 17 Februari 2019 bertepatan dengan rangkaian acara pesta demokrasi di Indonesia, Debat Capres (Calon Presiden) ke dua yang diadakan di Hotel Sultan Jakarta.
Masih terkesan sama dengan debat sebelumnya yang diikuti kedua pasangan calon, hal yang berbeda adalah debat kedua kala itu di "meriahkan" dengan suara ledakan yang terjadi ketika debat berlangsung. Lokasi kejadian yang berada di tengah keramaian karena sedang berlangsung nobar (nonton bareng) pendukung kedua pasangan calon di kawasan parkir Timur Senayan, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat.
Saat kejadian berlangsung, di lokasi ledakan terdapat benyak kerumunan dari kedua pasangan calon. Sontak hal ini menjadi gempar dikalangan masyarakat dunia nyata dan lebih lagi dunia maya, ada yang berspekulasi ledakan berasal dari salah satu kubu pasangan calon, hingga isu-isu "lainnya" santar terdengar, masyarakat dan media terlampau fokus untuk mencari "oknum" hingga terlupa bahwa ada korban dari kejadian ini yaitu Karsikin Edy Anwar dan Asma Dahlia korban yang saat itu berada di area ledakan. Kedua korban tersebut dilarikan ke RSAL Dr. Mintoharjo. Kepala ke RSAL Dr. Mintoharjo, Dr Wiweka menjelaskan kedua pasien tidak menjalani operasi karena tidak ada luka luar, namun harus menjalani rawat inap karena salah satu korban atas nama Asma mengalami trauma psikis pasca ledakan.
Berbicara mengenai trauma, apakah kejadian tauma yang disebabkan oleh suatu kejadian atau peristiwa itu berbahaya? Apakah akan mempengaruhi kehidupan :korban" selanjutnya? Lalu harus dikemanakan jika terjadi trauma seperti ini?.
Nah, untuk itulah Konseling Traumatik ada disini, untuk apa? Untuk membantu seseorang yang mengalami tauma terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
Apa bedanya dengan konseling biasa?
Konseling Traumatik dan konseling biasa memiliki perbedaan yang mendasar yaitu dari segi, waktu, fokus, aktiftas, dan tujuannya.
- Segi waktu, dari segi waktu konseling traumatik membutuhan waktu yang relatif lebih sedikit dibanding dengan konseling biasa untuk melakukan konseling
- Segi fokus, dalam konseling traumatik lebih memerhatikan pada satu masalah, yaitu trauma yang sedang dirasakan sekarang sedangkan dalam konseling biasa pada umumnya satu masalah klien akan dihubungkan dengan masalah lainnya.
- Segi aktifitas, dalam konseling traumatik akan lebih banyak melibatkan orang dalam membantu klien menyelesaikan masalahnya, serta konselor akan lebih aktif untuk membantu klien.
- Segi Tujuan,Konseling traumatik memiliki tujuan untuk membantu para korban untuk mengelola emosinya secara benar dan dapat berpikir realistik,
Lalu dalam melakukan sebuah konseling tarumatik, ketrampilan apa saja yang diperlukan konselor untuk membantu korban? Berikut ketrampilan yang harus dimiliki konselor dalam melakukan konseling traumatic.
- Pandangan yang Realistik, Pandangan yang realistik yang dimiliki konselor berguna untuk memahami kelemahan dan kelebihannya dalam membantu orang yang mengalami trauma, dan hendaknya konselor memiliki pandangan yang realistik terhadap peran mereka membantu orang yang mengalami trauma.
- Orientasi yang Holistik, bekerja konselor konseling traumatik harus bekerja holistik. Karena dalam menghadapi trauma pada diri klien tidak seharusnya dihadapi dengan berlebihan atau sebaliknya.
- Fleksibilitas, karena keterbatasan-keterbatasan tertentu, seperti keterbatasan tempat, maka konseling bisa dilakukan melalui telepon. Karena keterbatasan waktu, maka ada kemungkinan akan terjadi perubahan waktu konseling.
- Keseimbangan antara Empati dan Ketegasan, Empati dan ketegasan dibutuhkan dalam konseling traumatik dirasakan oleh klien, ketegasan memiliki fungsi untuk mengarahkan klien, Konselor juga harus mampu melihat kapan dia harus bersikap empati dan kapan harus bersikap tegas untu mengarahkan klien utuk kesembuhan. Lalu, bagaimana tahapan dalam melakukan konseling tarumatik? Apakah sama dengan konseling biasa? Berikut tahapannya:
- Tahap awal konseling, tahap awal ini terjadi sejak klien bertemu dengan konselor hingga berjalan proses konseling dan menemukan definisi masalah trauma klien.
- Tahap pertengahan konseling. Pada tahap pertengahan ini yang dilaukan adalah:Penjelajahan trauma yang dialami klien, bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajahi tentang trauma klien.
- Tahap Akhir Konseling, tahap ini dengan istilah termination. Konseling traumatic akan dikatakan berhasil jika terjadi perubahan sikap yang positif pada diri klien, menurunnya kecemasan klien terhadap suatu peristiwa atau kejadian, adanya tujuan hidup yang jelas.
Lalu untuk yang terakhir, dalam melaksanakan konseling traumatik ini terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan individu dan pendekatan kelompok.
- Pendekatan individu, Pendekatan individual dilakukan khususnya untuk korban yang mengalami tingkat stres dan depresi berat, pendekatan secara individual ini dilakukan dengan cara face to face antara konselor dan korban trauma.
- Pendekatan kelompok, pendekatan kelompok ini dilaukan untuk orang yang tidak mengalami trauma berat, jadi bisa dilakukan secara kelompok.
Nurihsan, Ahmad Juntika. 2007.Bimbingan dan Konseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung:PT. Refika Aditama.