Setelah terungkapnya banyak kasus pelecehan yang dilakukan oleh akademisi di depan umum, banyak terjadi peristiwa kekerasan di lingkungan universitas dan menjadi topik hangat di masyarakat. Namun yang hanya dilaporkan ke publik sebagian kecil dari kasus-kasus yang kekeran seksual yang telah terjadi. Pemikiran dari Amir Karami beserta rakan-rekannya "Perkembangan yang tidak diinginkan dalam pendidikan tinggi: mengkaji pengalaman pelecehan di universitas dan pertambangan literatur". Sering kali tidak diketahui tentanng masalah kekerasan lingkungan di bidang akademis. Dikarenakan para korban tidak mau melaporkan hal yang sudah di alami atau kekerasan yang sudah di terima, dan alasan utamanya para korban tidak berani angkat suara atas masalahnya adalah antara hubungan kekuasaan dosen dan mahasiswa di universitas (Khafsoh, 2021).
Harus menjadi prioritas dan merupakan hal yang sangat penting dalam mengatasi kekerasan di institusi Pendidikan tinggi di sebabkan beberaapa alasannya. Alasan pertama pelecehan seksual mempunyai dampak negative bagi korbannya, maupun itu secara fisik, sosial dan psikologis. Alasan kedua banyaknya kasus yang tidak di laporkan dikarenakan banyak korban tertindas dan menganggap hal itu memalukan sehingga mereka lebih memilih untuk bungkam. Alasan ketiga berpacaran adalah dianggap hal yang lumrah hingga hal itu bukanlah masalah yang besar untuk segera diatasi. Tindakan kekerasan lainnya seperti catcalling, di mana ucapan yang bertendensi seksual disampaikan secara keras, tidak selalu dianggap sebagai kekerasan seksual. Contohnya menyapa, mengomentari, bersiul, menyentuh, atau meraba bagian tubuh tertentu dari perempuan yang berada di jalanan. Argumentasi ini menunjukkan bahwa penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus sangat penting (Melati, 2019).
Berbagai Langkah dapat di ambil untuk mencegah kekerasan seksual di perguruan tinggi, seperti halnya informasi tentang anti kekerasan seksual dapat disebarkan melalui media sosial, memperbanyak pengetahuan tentang pencegahan kekerasan seksual dengan mengikuti seminar-seminar, diskusi, pelatihan maupuan di perkuliahan. Selain itu perlu dikembangkan kajian ilmiah yang bersangkutan dengan nilai-nilai HAM dan kekerasan seksual serta gender harus di integrasikan dalam kurikulum. Penting juga menyediakan beberapa fasilitas yang Dimana itu fdianggap aman, nyaman, dan mengoleksiakan biaya untuk menangani korban dari kekerasan seksual.
Secara Khusus, anti-semitisme di uviversitas dapat dicegah dengan menjauhi kata-kata yang di dalamnya mengandung makna untuk dapat merendahkan perempuan, dan menegaskan penghapusan lelucon, ataupun kata-kata kotor, mendukung korban kekerasan seksual, menganalisis secara kritis pesan-pesan di media yang bersangkutan tentang, laki-laki, Perempuan, hubungan dan kekerasan, menghormati keberagaman serta keterampilan komunikasi yang baik dengan pasangan, hindari stereotip dan bergabung dengan kumpulan yang dapat menyelesaikan masalah kekerasan pada perumpuan. Oleh karena itu, institusi dan individu dapat mencegah kekerasan di bawah pengawasan institusi Pendidikan. Langkah awal dalam menciptakan kesadaran kritis di lingkungan professional adalah pemahaman yang baik mengenai kekerasan terhadap perempuan guna mengenali jenis-jenis dan dapat mencegah terjadinya kekerasan serta penanganan terhadap kasus (Nikmatullah, 2020).
Kekerasan di lingkungan kampus merupakan masalah serius yang memerlukan penanganan dini dan komprehensif. Rendahnya tingkat pelaporan, hubungan kekuasaan yang tidak konsisten, dan kurangnya dukungan sistem merupakan tantangan utama. Upaya pencegahan dan pengobatan harus melibatkan seluruh civitas akademika dan kelompok terkait lainnya untuk menciptakan lingkungan universitas yang aman dan ramah gender.
Daftar Pustaka
Karami, A., White, C. N., Ford, K., Swan, S., & Yildiz Spinel, M. (2020). Unwanted advances in higher education:Uncovering sexual harassment experiences in academia with text mining. Information Processing & Management, 57(2), 102167.
Khafsoh, N. A. (2021). Pemahaman mahasiswa terhadap bentuk, proses, dan pandangan penanganan kekerasan seksual di kampus. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama Dan Jender, 20(1), 61-75.
Melati, N. K. (2019). Membincangkan Feminisme. EA Books.
Nikmatullah, N. (2020). Demi nama baik kampus vs perlindungan korban: kasus kekerasan seksual di kampus. Qawwam, 14(2), 37-53.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H