Lihat ke Halaman Asli

Reformat Pengelolaan Wakaf di Indonesia

Diperbarui: 9 Januari 2018   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dewasa ini permasalahan tentang wakaf mencuat kembali menjadi diskursus disaat permasalahan ekonomi masyarakat mengalami gejolak. Wakaf diharapakan menjadi pilot project yang mampu menyelesaikan permasalahan ekonomi masyarakat saat ini. Banyak  masyarakat yang belum mehahami dengan benar, apa itu wakaf dan bagaimana cara berwakaf. Tidak sedikit dari mereka yang menyamakan antara wakaf dengan zakat, infak, shadaqah. Hal ini harus segera diatasi mengingat perkembangan perwakafan di Indonesia yang cukup progresif, terutama 5 tahun terakhir.

Setidaknya, pasca diterbitkannya UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP. No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang wakaf. Di antara perkembangan itu adalah definisi nazhir. Dulu nazhir adalah perseorangan, kini sudah mengalami perluasan makna, nazhir itu bisa perseorangan, yayasan, organisasi berbadan hukum, dan organisasi kemasyarakatan.  Selain itu, undang-undang ini juga mengatur harta benda wakaf. Kalau dulu hanya berupa harta tak bergerak, kini harta bergerak pun boleh diwakafkan, seperti uang, saham, surat berharga dan sebagainya.

Berdasarkan data dari Badan Wakaf Indonesia, bahwa jumlah wakaf di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 4.359.443.170 M2, di 435.786 titik dengan 287.160 yang sudah bersertifikat wakaf dan sisanya 148.447 belum bersertifikat wakaf. Dengan besarnya potensi wakaf di Indonesia perlu adanya paradigma baru dalam mengelola aset wakaf. Dari cara pandang konsumtif ke paradigma produktif. Jadi, sedapat mungkin, harta yang diwakafkan itu harus dikelola agar dapat menghasilkan "surplus" atau nilai ekonomi. Hasil inilah yang akan menimbulkan multiplayer efek untuk kesejahteraan masyarakat.

Wakaf bisa menjadi salah satu instrumen dalam keuangan syariah yang bisa mewujudkan pembangunan nasional dalam mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masyarakat. Wakaf memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Permasalahan wakaf erat hubungannya dengan masalah ekonomi masyarakat. Wakaf sangat berperan dalam peningkatan mutu pendidikan, pengentasan kemiskinan, kesehatan masyarakat dan peningkatan ekonomi masyarakat serta lain sebagainya. Idealnya, wakaf bisa diberdayakan untuk membiayai pembangunan masyarakat melalui berbagai kegiatan produktif yang dikembangkannya seperti perbaikan kehidupan masyarakat miskin, peningkatan partisipasi publik, dan pembuatan kebijakan yang memihak golongan lemah. 

Namun, dalam praktiknya, jangankan untuk membiayai persoalan peningkatan partisipasi publik dan pembuatan kebijakan, pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial saja masih sangat jarang dilakukan. Mengapa hasil wakaf belum dapat mensejahterakan umat ? Hal ini justru jauh berbeda dengan praktek pelaksanaan wakaf yang dianjurkan oleh Nabi dan dicontohkan oleh para Shahabat, dimana sangat menekankan pada pentingnya menahan eksistensi benda wakaf, dan diperintahkan untuk menyedekahkan hasil dari pengelolaan benda tersebut. 

Pemahaman yang mudah dicerna dari kondisi tersebut adalah bahwa substansi wakaf itu tidak semata-mata terletak pada pemeliharaan bendanya (wakaf) tetapi yang jauh lebih penting adalah nilai manfaat dari benda tersebut untuk kepentingan umum. Memang, tantangan pengelolaan wakaf adalah bagaimana harta benda wakaf tetap terpelihara keabadiannya dan manfaatnya pun mengucur terus menerus bagi si penerima (mauquf'alaih). Untuk itu pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus dilakukan secara profesional.

Paradigma lama tentang wakaf yakni hanya boleh berwakaf dengan harta tak bergerak, terbatas tanpa pengembangan. Sedangkan dengan wakaf dalam paradigma baru wakaf dalam bentuk wakaf produktif dan wakaf tunai. Dimana wakaf dapat dikelola dengan profesional yang dapat menghasilkan suatu produk yang berkembang dan keuntungan yang lebih besar, hasilnya lebih maksimal untuk kepentingan umat. Umat akan merasakan manfaatnya terus-menerus.

Untuk meningkatkan pengembangan dan peranan wakaf dimasyarakat, agar terasa dampak ekonomisnya perlu adanya refolmulasi ulang tentang konsepsi  sosialisasi wakaf terhadap masyarakat, sistem pengelolaan wakaf secara produktif dan sistem pengelolaan ( nazir) yang profesional.

           1. Sosialisasi Wakaf terhadap masyarakat.

Pada umumnya masyarakat belum memahami hukum wakaf dengan baik dan benar, baik dari segi rukun dan syarat wakaf, maupun maksud disyariatkannya wakaf. Memahami rukun wakaf bagi masyarakat sangat penting, karena dengan memahami rukun wakaf, masyarakat bisa mengetahui siapa yang boleh berwakaf, apa saja yang boleh diwakafkan, untuk apa dan siapa wakaf diperuntukkan, bagaimana cara berwakaf, dan siapa saja yang boleh menjadi nadzir, dan lain-lain. 

Pada saat ini cukup banyak masyarakat yang memahami bahwa benda yang dapat diwakafkan hanyalah benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan dan benda-benda tidak bergerak lainnya. Dengan demikian peruntukannyapun sangat terbatas, seperti untuk mesjid, mushalla, rumah yatim piatu, madrasah, sekolah dan sejenisnya. Pada umumnya masyarakat mewakafkan tanahnya untuk dibangun masjid, karena mesjid dipergunakan untuk beribadah. Walaupun wakaf untuk masjid penting, namun jika masjid sudah banyak, akan lebih manfaat jika wakif mewakafkan hartanya untuk hal-hal yang lebih produktif sehingga dapat dipergunakan untuk memberdayakan ekonomi umat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline