Lihat ke Halaman Asli

NUR HIDAYATI

Guru Kelas TK Garuda Ponorogo

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

Diperbarui: 29 April 2022   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

KONEKSI ANTAR MATERI 3.1

Modul 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi: Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Assalamualaikum wr.wb. 

Perkenalkan nama saya Nur Hidayati, Calon Guru Penggerak Angkatan 4 dari TK Garuda Kecamatan Ponorogo Kabupaten Ponorogo. Ucapan terima kasih kepada Fasilitator yang baik hati yang  membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi kepada saya yaitu Bapak H. Juanda, MM, dan juga kepada Pengajar Praktik saya Ibu Wijiati, S.Pd. Dalam goresan tinta ini perkenankan saya membahas tentang Koneksi Antar Materi Modul 3.1.a.9 terkait Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran. 

Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Ketiganya memiliki pengaruh terhadap sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran, diantaranya adalah penyadaran peran guru ketika "di depan memberi teladan", "di tengah menjadi fasilitator", dan "di belakang memberikan dukungan". Ketika seorang pendidik menyadari peran ketiganya, yang tampak adalah bagaimana sebuah keputusan itu berpihak pada anak, karena memang anaklah yang menjadi tujuan pendidikan. 

Ki Hajar Dewantara menyampaikan dengan kalimat menghamba pada anak, menghamba di sini bukan dalam artian harpiah, namun memposisikan anak sebagai seorang individu yang sangat mulia, dan dikarenakan masing-masing anak itu unik dan memiliki kecerdasan, maka perlakuan kita pun juga berbeda pada anak, artinya pendidik memberikan keleluasan dalam mengakomodasi kebutuhan, minat dan profil belajar anak, termasuk juga dalam penyikapan ketika terjadi sebuah permasalahan/dilema atau permasalahan pembelajaran, seorang guru akan reflektif terhadap kinerjanya, akan reflektif terhadap kualitas pembelajarannya, reflektif akan karakter dan motif di balik perilaku anak-anak, teman sejawat maupun warga sekolah. Ia tidak akan gegabah dalam pengambilan keputusan, justru digunakan untuk ajang koreksi dan pembelajaran,  karena ia menggunakan otak lambatnya dengan menganalisa permasalahan dengan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip dalam menyelesaikan dilema, dan 9 langkah dalam pengujian keputusan.

Sebagai seorang pendidik, setidaknya ada 5 nilai yang dikutip dari modul 1.2 yakni nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Kelima nilai tersebut seyogyanya terinternalisasi dalam diri dan menjadi budaya positif dari kita, sehingga nilai-nilai tersebut berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan keputusan. Nilai mandiri, seorang pendidik memiliki kemandirian dalam bersikap termasuk dalam pengambilan keputusan, tidak menggantungkan orang lain dalam menganalisa permasalahan, dan memiliki inisiatif kreatif dalam memecahkan permasalahan. 

Sedangkan reflektif, artinya seorang pendidik memiliki kemampuan dalam merefleksikan permasalahan bisa menggunakan 4 P (Peristiwa, guru mengidentifikasi peristiwa apa yang terjadi, Perasaan artinya bagaimana perasaan berbagai pihak dalam peristiwa tersebut, Penemuan artinya apa saja yang menjadi penemuan/hal penting dalam permasalahan tersebut, Pembelajaran artinya penemuan/hal penting yang terjadi tersebut bagaimana bisa menjadi sebuah pembelajaran untuk ke depannya). 

Nilai yang ketiga adalah nilai kolaboratif artinya bahwa seorang pendidik memiliki jiwa dan sikap kerja sama dalam hal apapun, termasuk dalam hal menyelesaikan masalah, hal ini menghindari menganggap sesuatu itu dari kaca mata ia saja, namun mencoba juga dengan kaca mata orang lain.  Nilai inovatif  adalah adanya cara-cara baru yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan nilai kelima adalah nilai berpihak pada anak, artinya bahwa keputusan yang diambil adalah yang memprioritaskan kebutuhan dan kepentingan anak. 

Dalam pengambilan keputusan yang tepat dan berpihak pada anak, sangat diperlukan teknik komunikasi yang baik yakni Teknik Couching. Couching adalah sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Komunikasi coaching ini sangat membantu terutama pada couchee untuk menggali potensi diri dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Ada satu model coaching yakni model TIRTa, yang merupakan singkatan dari 

  1. Tujuan umum, hahap awal di mana kedua pihak couch dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. idealnya tujuan ini datang dari diri Couchee.
  2. Identifikasi, Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-faka yang ada pada saat sesi couching
  3. Rencana Aksi, pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat
  4. Tanggung Jawab, membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

Dengan menggunakan 4 tahapan dalam model TIRTa ini, diharapkan pendidik selaku coach dapat membantu tersumbatnya dalam aliran air tumbuh kembangnya anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline