TUNA DAKSA
Semua manusia berkeinginan untuk hidup dengan normal serta menginginkan anggota tubuh atau fisik yang lengkap. Tapi tidak semua manusia memiliki anggota tubuh yang lengkap, diantaranya ada sebagian manusia yang anggota tubuhnya tidak lengkap atau mengalami cacat fisik, atau mereka biasa disebut tunadaksa.
Tuna memiliki arti kurang serta daksa yang artinya tubuh, jadi dapat disebutkan jika tuna daksa ialah cacat tubuh atau cacat fisik, itu merupakan kata dasar dari tunadaksa. Tuna daksa dapat diartikan kelainan atau ketidaksempurnaan pada sistem otot, syarat, persendian, tulang yang menyebabkan gangguan perkembangan, pertumbuhan, komunikasi, dan gangguan gerak tubuh.
Ada juga yang berpendapat jika tunadaksa terjadi karena rusak atau terganggunya bentuk atau sistem pada otot, tulang, dan sendi pada fungsi yang normal menjadi tidak normal.
Menurut Juang & Sunanto (dalam Joppy Liando, 2007: 46) terdapat dua model cara memandang terhadap tunadaksa yaitu individual model dan sosial model. Individual model adalah tunadaksa yang memandang negatif pada dirinya sendiri. Hal ini dapat ditunjukan den-gan tunadaksa yang ragu melakukan sesuatu, meng-hindari interaksi dengan lingkungan, malu dan lain--lain.
Cara pandang sosial model adalah ketika masyarakat memandang negatif kepada tunadaksa. Masyarakat menganggap tunadaksa sebagai seorang yang perlu diberi belaskasih, orang yang selalu per-lu bantuan, orang yang sangat tidak beruntung, dan lain--lain.
Selain pandangan masyarakat kurangnya aksesibilitas untuk tuna daksa. Aksesibilitas kemudahan yang disediakan bagi tuna daksa guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan seperti akses terhadap berbagai bangunan, alat transportasi dan komunikasi, serta berbagai fasilitas diluar ruangan termasuk sarana rekreasi.
Minimnya aksesibilitas yang ada saat ini, menimbulkan frustasi bagi tuna daksa dalam menghadapi kenyataan bahwa berbagai hambatan arsitektural dan fasilitas-fasilitas yang disediakan ternyata sering tidak memungkin-kan bagi para tuna daksa untuk berpartisipasi penuh dalam situasi normal, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaanmaupun rekreasi (Adinda, 2010).
Arifin (2007) juga mengungkapkan kesulitan yang dialami tuna daksa tidak hanya dalam hal akses pada fasilitas umum saja, namun juga dalam kesempatan mem-peroleh pekerjaan. Masduqi (2010) mengungkapkan bahwa sikap dan perilaku masyarakat terhadap tuna daksa, secara langsung maupun tidak langsung me-mengaruhi kondisi psikologis para tuna daksa. Peri-laku tidak adil, menilai tuna daksa sebagai kelompok yang tidak produktif, lemah, dan hanya perlu untuk disantuni dan dikasihani, berdampak pada penilaian yang diberikan individu tunadaksa terhadap kehidu-pannya, yang dapat mempengaruhi psychological well being penyandang cacat fi sik tersebut (Yuniati dkk, 2011).
Ada beberapa klasifikasi anak dengan disabilitas fisik yaitu;
- Kelainan pada sistem serebral (cerebral system)
- Derajat kecacatan, dibagi menjadi 3 yaitu;
- Golongan ringan
- Golongan sedang
- Golongan berat
- Golongan topografi
- Golongan menurut fisiologi kelainan gerak yang dibedakan menjadi 6 yaitu spastik, atheroid, ataxia, tremor, rigid, tipe campuran.
- Kelainan pada sistem otot dan rangka, terdapat dua jenis yaitu polimylitis dan muscle dystrophy.
Ada beberapa sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi penyandang tunadaksa. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
- Sebab-sebab sebelum lahir (fase prenatal), kerusakan terjadi pada ibu yang mengandung sehingga menyerang bayi yang dikandungnya. Misalnya infeksi, sifilis, rubela, dan thyphus abdominalis. Selain itu dapat disebabkan jika bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung memengaruhi sistem saraf pusat sehingga struktur dan fungsinya terganggu. Ibu mengandung yang mengalami trauma kecelakaan juga dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem saraf pusat.
- Sebab-sebab pada saat lahir, kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga akibatnya jaringan saraf pusat mengalami kerusakan. Selain itu juga dapat di sebabkan oleh pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan penggunaan melebihi dosis dapat memengaruhi sistem persarafan otak bayi sehingga mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
- Sebab-sebab setelah proses kelahiran, indikasi yang dapat menyebabkan kecacatan keset lah bayi lahir yaitu kecelakaan atau troma kepala infeksi penyakit yang menyerang otak atau anoxia atau hypoxia.