Diya ingin menjadi orang sukses, setidaknya Diya punya cita-cita kecil yang ia harap bisa mengubah hidupnya. Cita-cita yang bagi sebagian orang mungkin tidak layak dikatakan sebagai cita-cita yang berpenghasilan.
"Aku ingin sePD dia," gumamnya, menatap profil seorang Mahasiswa Psikologi berprestasi yang berseliweran di beranda media sosialnya.
"Diy, berhasil banyak macamnya, kok, nggak selalu tentang dikenal banyak orang atau menghasilkan banyak uang," ucapnya, mengafirmasi dirinya sendiri.
Orang-orang bertanya, bagaimana bisa seorang pendiam seperti Diya bisa berhasil, relasi itu penting sedangkan Diya lemah dalam hal komunikasi.
Diya memang penuh kekurangan, ia bukan dari keluarga kaya, bukan yang terpintar, bukan juga orang yang ramah. Semua yang dimilikinya lebih banyak kekurangan. Satu-satunya kelebihan yang ia syukuri, Diya masih bertahan sampai saat ini mempertahankan kewarasan.
'Guys, bisa minta tolong, nggak? Ini salah satu tulisanku, mohon kritiknya ya heheh,' tulisnya dalam grup WhatsApp yang beranggotakan 3 orang.
Beberapa menit berlalu, tidak ada respon, dan sialnya Diya selalu saja berpikir negatif tentang banyak hal.
'Yah, mungkin aku memang tidak sepenting itu, sepertinya aku salah lagi, tidak seharusnya aku melibatkan orang-orang seperti mereka, kita berteman hanya karena kita bertemu, formalitas basi' ocehnya, menarik pesan dengan kecewa.
Diya sadar tidak seharusnya ia berprasangka buruk, tidak semestinya ia menyimpulkan sesuatu sendiri apalagi terkait seorang manusia. Tapi Diya bahkan tidak bisa menghentikan dialog-dialog dalam kepalanya.
Ting!
'Wah, bagus, Diy.'