Tidak ingat awal mulanya sampai banyak kucing dihalaman rumah kami. Yang masih terbayang dalam ingatan hanya seekor kucing yang sering datang ke halaman rumah dan kelihatan minta makan, kemudian dia datang lagi berulang ulang hingga akhirnya memberi makan kucing itu menjadi salah satu bagian dari kegiatan kami. Entah berapa tahun usia kucing itu sekarang, yang jelas anak-anak memanggilnya si Uyut. Dari keturunannya yang hidup sampai tulisan ini dibuat berjumlah 21 ekor.
Sepanjang perjalanan menyaksikan kucing-kucing itu, tidak ada sesuatu yang spesial atau perlakuan khusus untuk mereka. Namun, kadang ada momen dimana prilaku kucing itu memberikan sebuah pelajaran buat kami sendiri, diantaranya tentang kasih seorang ibu.
Pertama, saat sang induk sedang makan atau tidur. Dia rebahkan badannya ketika si anak menggelantung sambil menyusui. Tak pernah terlihat sang induk menghardik anaknya.
Berikutnya, suatu saat kami dengar sang induk mengeong - ngeong dengan kerasnya. Ternyata anaknya tidak ada disekitarnya. Tampak sekali sang induk khawatir akan keselamatan anaknya.
Selanjutnya, perilaku si induk kucing ketika bepergian. Seperti halnya seorang ibu, berat rasanya untuk pulang jika belum mendapatkan oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Begitupun kucing. si induk sering pulang membawakan oleh-oleh. Dia berteriak memanggil-manggil. Jika anak-anaknya sudah berkumpul, maka oleh-oleh yang dia bawa diletakkan di depan ana- anaknya. Begitulah "pemandangan" akan kasih sayang ibu yang kerap kami saksikan.
Selain itu adapula kisah tentang semangat hidup seorang kucing dari sakit parah. Salah satu kucing yang bernama Moi, kakinya terkena infeksi yang sangat parah akibat terluka ketika berkelahi dengan kucing saingannya.
Oh iya, MOI itu perjaka yang berparas menarik, bagi para gadis sesama kucing tentunya, sehingga membuat perjaka lainnya cemburu. Salah satu saingannya bernama Si Maung mungkin karena memiliki bulu belang seperti Maung (Harimau). Si Maung inilah yang membuat Moi terluka.
Kembali lagi pada luka Moi. Semakin lama infeksinya semakin parah, menjalar kebagian lainnya dan menimbulkan aroma yang tidak sedap (bau dalam Bahasa sunda) dan menjijikkan. Kami sangat khawatir melihat kondisinya, jangan-jangan Moi akan kehilangan kakinya.
Kemudian kami bawa dia ke dokter, dengan harapan dokter bisa menolongnya. Di luar dugaan, sebelum Moi dikeluarkan dari karung yang dipakai untuk membawanya, dokter melarang untuk mengeluarkan Moi mungkin karena sudah mencium bau yang tidak sedap. Beliau menanyakan kondisi kaki Moi. Kami katakan sebagian dagingnya sudah membusuk terutama kaki bagian bawah sehingga tulang tulang jarinya sudah kelihatan jelas. Karena kondisi ini, dokter menyuruh kami membawa Moi ke Bandung untuk diamputasi sebelum keadaannya bertambah parah.
Kami berpikir dua kali untuk membawanya ke Bandung. Disamping biayanya mahal , kami juga tak sampai hati kalau Moi harus dipotong kakinya. Akhirnya saya memutuskan untuk merawatnya di rumah saja dengan obat-obatan yang bisa terjangkau dengan dibantu obat-obat tradisional.
Singkat cerita, setelah kurang lebih 3 bulan dalam perawatan, Alhamdulillah , tak terhingga bahagianya kami. Moi tidak harus kehilangan kakinya. Allah telah menyembuhkannya. Dia bisa berjalan kembali meskipun agak sedikit pincang . Tulang kaki yang tadinya sudah kelihatan karena dagingnya membusuk , sudah terbungkus daging yang ditumbuhi bulu lagi. Maha Perkasa Allah untuk mewujudkan kehendak - Nya.