Wacana Pemerintah memberlakukan SIM seumur hidup, tentu menuai pro kontra. Alasan mereka masing-masing cukup kuat. Bagi para sibuker tentu sangat mendukungnya. Mereka akan merasa tenang dan aman tanpa ribet memperhatikan waktu perpanjangan. Terkadang ketika waktu perpanjangan tiba, ada kendala yang tak bisa dihindari. Misalnya berbarengan dengan saat sakit, ada keluarga meninggal atau menunggu keluarga lahiran dan sebagainya. Yang lebih fatal, jika kendalanya adalah lupa. Eit, jangan salah ya, penyakit lupa ini sudah mulai menjangkiti anak-anak muda lo. Tidak hanya diderita para orang tua. Ujung-ujungnya mereka harus melakukan tes ulang seperti pemula. Selain itu proses perpanjangan SIM membutuhkan biaya.
Namun bagi pihak penyelenggara jasa angkutan yang bonafide, wacana SIM seumur hidup merasa harus ditinjau kembali. Perpanjangannya lebih baik dilakukan secara berkala seperti saat ini. Karena belum tentu keadaan pemilik SIM lima tahun ke depan masih sama. Bisa jadi dia mengalami kecelakaan atau karena suatu penyakit, menyebabkan beberapa fungsi anggota tubuhnya (panca indera) menurun. Itu hanya bisa diketahui dengan melakukan beberapa tes sewaktu perpanjangan SIM. Dengan catatan, tes dilakukan secara jujur. Karena ada beberapa oknum yang menggunakan joki saat perpanjangan atau bahkan saat melakukan tes pertama. Nah, yang seperti ini akan menjadi pemicu terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. Misalnya kecelakaan lalu lintas, karena sang pengemudi mengalami masalah kesehatan dan lain-lain. Jadi, pemberlakuan SIM seumur hidup menurut saya kurang efisien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H