Menurut saya, buku ini berusaha untuk menunjukkan sudut pandang yang berbeda dalam melihat orang-orang dengan LGBT. Memberikan pemaparan agar memanusiakan mereka-mereka yang secara umum kehadirannya sering ditolak masyarakat. Saya pikir secara umum buku ini ingin menyampaikan hal tersebut. Menarik, karena sering kali kita tidak memanusiakan manusia hanya karena perbedaan (dalam hal apa pun, termasuk LGBT).
Saya tidak mendukung LGBT, tetapi saya harap tidak ada kriminalisasi pada mereka. Saya memang belum bisa menerima kondisi mereka, tapi dari buku ini sebagai manusia, mereka juga harus dimanusiakan. Bahkan saya berharap agar mereka kembali menuju fitrahnya sebagai manusia. Saya sungguh tidak ingin berceramah, pemahaman agama saya pun masih awam. Jika masyarakat belum bisa menerima LGBT, sah-sah saja tapi setidaknya pisahkan antara menolak perilaku dan menerima manusianya.
Beberapa cerita dalam kumcer ini memiliki keterkaitan. Ada tokoh yang sama dalam cerpen yang berbeda, tapi jika salah satu tidak dibaca pun tidak akan mengurangi pemahaman (maksud saya, bisa dibaca secara acak cerpennya). Sebagaimana judul bukunya, cerpen-cerpen yang disajikan merupakan cerita kesepian, penantian dan sangat melankolis tapi tidak cengeng.
Bahasa yang digunakan dalam buku ini menurut saya sangat apik dan nyastra. Tapi bagi saya yang awam (membaca sebagai hiburan) terkadang saya kehilangan fokus ditengah-tengah cerita, tapi hal ini tidak berlaku disetiap cerpen. Beberapa cerpen bahkan dapat membuat saya berpikir dan merenungkan ceritanya. Menurut saya itulah kelebihan buku ini. Ceritanya mampu memberikan dampak pada pembacanya. Perlu saya pertegas, dampak disini tentu bukan untuk mengubah perspektif pembaca agar menerima LGBT.
Fenomena-fenomena yang diceritakan memang sangat jarang terjadi. Seperti yang saya sampaikan di awal. Buku ini, saya pahami ingin menunjukkan sisi lain dari kehidupan manusia. "Ada loh kehidupan yang seperti ini" atau "hidup kami seperti ini" atau "kami manusia sama seperti kalian".
Mengutip lirik lagu Hindia, yang berjudul untuk apa, "terlepas apa yang engkau percayai, tetap tak kan ada yang dibawa mati". Selagi kita hidup di dunia bersama manusia lain, mari kita manusiakan. Jika kita pun sering diperlakukan tidak manusia, maka setidaknya jangan sampai kita memperlakukan hal buruk yang sama pada manusia lain.
Jika Anda membaca ingin menambah lebih banyak perspektif, maka buku ini sangat tepat untuk itu.
Semoga bermanfaat. Selamat membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H