SISTEM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH
DASAR PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
Pertama, adalah dasar negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik. Dasar negara kesatuan menunjukkan bahwa Indonesia hanya mengakui satu kesatuan organisasi yang bersifat negara. Berbeda dengan negara federal yang memiliki dua unit organisasi negara bagian yaitu federal state unit dan state bagian. Sejak Indonesia merdeka, bentuk pemerintahan republik antara lain bertujuan untuk melibatkan rakyat dalam penyelenggaraan negara (demokrasi). Bentuk pemerintahan yang paling dekat dan paling berhubungan langsung dengan demokrasi adalah republik. Republik, berasal dari kata res dan publica yang artinya kembali kepada rakyat (rakyat).
Kedua, landasan demokrasi. Di antara banyak sistem penyelenggaraan pemerintahan seperti aristokrasi, oligarki, dan lain-lain, demokrasi masih dianggap sebagai sistem yang terbaik, terlepas dari kekurangan dan kelemahannya. Misalnya, Aristoteles mengatakan bahwa demokrasi mudah diubah menjadi pemerintahan oleh orang-orang biasa yang tidak bertanggung jawab (diperintah oleh mafia). Lebih lanjut, Mac Iver mengingatkan bahwa demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik jika masih banyak masyarakat miskin dan kurang berpendidikan (kurang terdidik). Perbedaan pandangan tersebut menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya memiliki dimensi politik, tetapi juga dimensi ekonomi dan sosial.
Ketiga, landasan negara hukum. Salah satu unsur penting perubahan yang dilakukan dalam UUD 1945 adalah penyerahan asas negara hukum kepada badan tanpa penjelasan. Dari segi hukum, hal ini berarti bahwa yang semula tidak mempunyai akibat hukum, sebagaimana penjelasannya bukanlah norma hukum, menjadi akibat hukum karena badan merupakan norma konstitusi.
Perubahan yang dilakukan pada alinea 3 pasal 1 UUD 1945 menjadikan negara hukum sebagai salah satu asas dasar penyelenggaraan negara. Ketentuan ini merupakan transposisi dari penjelasan UUD yang berbunyi antara lain sebagai berikut:
Indonesia adalah negara hukum (rechstaat), bukan kekuasaan (machstaat). Pembentukan dan pengaturan negara hukum sebagai aturan konstitusional adalah sesuatu yang tidak biasa, meskipun sudah diabadikan dalam konstitusi RIS dan UUDS 1950. Konstitusi banyak negara, seperti Jerman, Filipina, Rusia, misalnya, tidak memasukkan aturan hukum dalam konstitusi mereka, tetapi seringkali secara eksplisit menyatakan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip demokrasi, bentuk negara, atau sifat pemerintahannya. Sangat mungkin bahwa Amandemen UUD 1945 menempatkan prinsip rule of law hanya sebagai upaya melestarikan konstitusi, atau merupakan upaya untuk menyikapi apa yang disebut tim Lindsey sebagai rewriting of the rule of law? Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan dimaknai hanya sebagai pengakuan formal.
Keempat, dalam perdebatan konsep negara hukum, khususnya yang berkaitan dengan politik, amandemen UUD 1945 tidak menunjukkan refleksi konsep tersebut di bidang lain, misalnya dalam proses pemberhentian dari jabatan kehakiman. presiden/wakil presiden.
Pasal 7B UUD tidak menyebutkan satu alinea pun yang menegaskan bahwa MPR "tunduk" pada setiap putusan Mahkamah Konstitusi mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden. Bahkan berdasarkan Pasal 7B ayat (7), MPR memberikan kesempatan kepada Ketua/Wakil Ketua untuk memberikan keterangan dalam rapat umum MPR.
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa MPR tidak boleh terikat dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melanggar undang-undang, MPR dapat mendalilkan sebaliknya. Situasi seperti itu menunjukkan bahwa telah terjadi kejutan kebijakan. Jika BAB I akan menjadi payung bagi pasal-pasal berikutnya, maka konflik asas harus diselesaikan dengan mengutamakan asas-asas yang diatur dalam pasal ini, yaitu rule of law. Dengan demikian, maksud amandemen UUD 1945 yang menjadikan pasal ini sebagai payung, memperoleh makna yang utuh.
PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH