"Dek, Hari Senin sampai Kamis sekolah kita akan mengadakan daurah tahfidz untuk para guru-guru. Kakak minta tolong kamu jadi musyrifah bisa?" Ucap ustzah Annisa selaku penanggung jawab acara daurah tahfidz guru saat itu.
"Kenapa saya? Jangan dong. Saya belum sepantas itu untukl menjadi seorang musyrifah. Apalagi kalau melihat umur". Balas ku.
"Dari guru-guru yang ada, hanya kamu yang sudah selesai 30 juz. Berhubung nanti di akhir juga akan diberikan penghargaan kepada 3 orang yang paling banyak menambah hafalan barunya. Kalau adek kan sudah tidak ada hafalan baru. Kalau perkara umur, kita belajar itu tidak ada aturan umur. Selagi ada kebaikan yang dapat kita berikan, kenapa harus menolak?" Sang penanggung jawab tak ingin menyerah begitu saja.
"Tapi..."
"Kalau banyak tapinya tidak akan maju-maju. Ya. Nanti kakak konfirmasi ke kepala sekolah. Ya. Kakak mau jemput anak dulu" Putusnya dan pergi meninggalkan ku yang masih bertanya-tanya.
Bukan tidak ingin menjadi musyrifah. Hanya saja menurutku umur menjadi hal penting saat ingin belajar, terutama Al-Quran. Namun saat Allah menempatkan seorang manusia pada sebuah keadaan, atau pada sebiuah tempat, Allah pasti akan membantu kita menyelesaikannya sampai tuntas dengan baik.
"Ya udah. Mungkin ada banyak hal yang akan aku pelajari dari pengalaman ini" Gumanku pada diri sendiri lalu beranjak mengambil tas dan pulang.
Hari Senin tiba dan mentari sangat semangat menerangi bumi. Langit yang biru. Sempurna. Aku bersiap-siap dan berpamitan pada orang tua. Memasuki garasi dan mengambil kunci motor lalu pergi ke sekolah. "Ya Allah. Bantu, dan temani aku".
Saat tiba di sekolah dan mengambil kartu prestasi untuk mencatat hafalan guru, aku beranjak ke ruang kelas. Masih sepi. Aku memilih untuk merapikan meja dan kursi. Setelah semua selesai, aku mengeluarkan kartu prestasi dan Al-Quran dari tas. Melengkapi data-data guru yang harus aku isi di kartu prestasi untuk memudahkan pencatatan jumlah hafalan mereka nantinya.
Hingga beberapa guru telah memasuki ruang kelas. Saat semua telah lengkap, aku membuka kelas dengan salah, menanyakan kabar, dan berdoa. Tidak lupa menyelipkan kata-kata motivasi untuk menyemangati mereka.
15 menit berlalu dan satu persatu dari mereka maju untuk menyetorkan hafalannya. Aku menyimak hafalan mereka dan membenarkan pada pengucapan-pengucapan yang salah. Hingga kemudia maju satu guru yang umurnya paling tua dari kami semua yang ada di kelas. Aku menyimaknya yang menyetorkan hafalan surah Al Baqarah. Setelah setoran, dia menyampaikan "Maaf ustzah. Saya bisanya sedikit. Maklum, faktor umur yang sudah berkepala empat. hehe".