Lihat ke Halaman Asli

NURGAHAYU

kepala laboratorium komputer

Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu

Diperbarui: 11 Juni 2022   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pendahuluan

Masa kehamilan merupakan periode penting dalam daur kehidupan manusia. Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan janin saat dalam kandungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan periode usia selanjutnya. Pada masa pertumbuhan janin, pemenuhan zat gizi harus tercukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dampak pemenuhan gizi yang kurang pada masa kehamilan dapat berpengaruh pada status gizi ibu dan pada akhirnya berpengaruh buruk terhadap bayi yang akan dilahirkan. Status gizi ibu hamil yang kurang dapat berpengaruh pada berat bayi yang akan dilahirkan (BBLR rendah), bahkan kematian. Demikian juga status gizi ibu hamil yang berlebih, dapat berpengaruh pada risiko obesitas, diabetes gestasional, dan penyakit tidak menular lainnya saat bayi yang akan dilahirkan memasuki fase dewasa(1).

Status gizi ibu berpengaruh pada kejadian kurang energi kronis (KEK) yang dapat mengakibatkan anemia pada saat ibu hamil; yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan berujung pada kematian. Kekurangan energi kronis merupakan masalah gizi yang sering terjadi pada ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan salah satu fokus perhatian kegiatan perbaikan gizi masyarakat karena dampaknya yang signifikan terhadap kondisi janin yang dikandungnya. Masalah gizi yang sering ditemui pada ibu hamil adalah masalah kurang energi kronik (KEK), KEK merupakan keadaan kekurangan energi dalam waktu lama pada wanita usia subur dan ibu hamil yang ditandai dengan ukulan lingkar lengan atas (LLA) <23,5. 

Ibu hamik KEK berisiko terhadap dirinya dan perkembangan janinnya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi risiko KEK pada ibu hamil (15-49 tahun) masih cukup tinggi yaitu sebesar 17,3%. Persentase ibu hamil KEK diharapkan dapat turun sebesar 1,5% setiap tahunnya.  Pada tahun 2020, rasio kematian ibu secara global adalah 152 kematian per 100.000 kelahiran hidup, naik dari 151 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada 2019. Hasil proyeksi menunjukkan  133 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada 2030, hampir dua kali lipat dari target SDG. Risiko bumil KEK yang berdampak langsung pada ibu antara lain preeklamsia/ eklamsia, komplikasi proses persalinan, risiko DM tipe 2 dikemudian hari. Risiko pada janin berupa makrosomia, distosia bahu, stillbirth, kelainan kongenital, lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, Hipoglikemia saat lahir, hyperbilirubinemia, hipokalsemia.

  • Berdasarkan data Kementrian Kesehatan pada dokumen laporan kinerja Kementrian Kesehatan Tahun 2020 dipaparkan bahwa Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) tercapai 9,7% dari target 16% atau persentase pencapaian kinerja sebesar 164,95%(2).

Berdasarkan laporan kinerja Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan  jumlah kasus kematian ibu terbanyak berada pada Kabupaten Gowa sebanyak 15 kasus disusul oleh Kabupaten Luwu sebanyak 12 kasus. Sedangkan Jumlah kasus kematian ibu terendah ada di Kota Palopo dengan jumlah 1 kasus(3).

Permasalahan:

  • Tingkat kepatuhan dalam melaporkan capaian indikator ibu hamil KEK secara rutin setiap bulan masih rendah. Hal ini terjadi karena proses pelaporan yang lambat dari mulai tingkat posyandu sampai tingkat provinsi.
  • Ketersediaan dan kualitas SDM
  • Ketidakmerataan distribusi tenaga gizi di satu kabupaten/kota, dimana satu puskesmas bisa terdapat lebih dari 1 tenaga gizi dan satu puskesmas lainnya tidak terdapat tenaga gizi.
  • Tenaga gizi di puskesmas kerap kali tidak memiliki latar belakang Pendidikan gizi, sehingga kondisi ini selain menjadi salah satu kendala dalam menyediakan pelayanan gizi yang berkualitas bagi masyarakat juga menghambat proses pelaporan capaian kegiatan gizi.
  • Tenaga gizi di puskesmas seringkali merangkap pekerjaan administrasi dan keuangan, sehingga tidak maksimla dalam mengerjakan pekerjaan utamanya.
  • Berdasarkan Riskesdas 2018, masih tingginya prevalensi Ibu hamil KEK pada WUS usia 15-19 tahun dan 20-24 tahun (33.5% dan 23.3%). Kehamilan di usia dini dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi dikarenakan pada usia remaja masih terjadi pertumbuhan fisik.
  • Prevalensi KEK pada Remaja puteri (usia 15-19 tahun) sebesar 36,3%. KEK pada kelompok remaja memiliki risiko tinggi untuk mengalami KEK pada masa kehamilan. Seperti diketahui bahwa KEK terjadi karena kurangnya asupan makanan dalam jangka waktu yang lama.
  • Pengetahuan tentang asupan makanan bergizi untuk ibu hamil serta budaya yang melestarikan pantangan makanan tertentu bagi ibu hamil masih menjadi kendala. Budaya yang berlaku di beberapa daerah, makanan yang dipantang adalah makanan yang bergizi tinggi seperti ikan dan telur.
  • Berdasarkan laporan rutin Direktorat Kesehatan Keluarga, jumlah ibu hamil yang memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar (K4) baru mencapai 58,98% dengan target  yaitu 80%.
  • Adanya pandemi COVID-19 sejak awal tahun 2020 hingga saat ini serta kebijakan PPKM dan sebagainya yang menyebabkan terjadinya perubahan dan penyesuaian pada sistem pelayanan kesehatan termasuk akses ke pelayanan kesehatan

Rekomendasi Strategi:

  • Melakukan intervensi KIE berkesinambungan sampai level desa dengan penyediaan dan peningkatan media edukasi baik melalui media visual dan elektronik guna membangun mindset di masyarakat bahwa KEK pada ibu hamil sebagai masalah kesehatan yang serius.
  • Penguatan manajemen data rutin mulai dari pengumpulan, analisis, dan pemanfaatan data/ informasi serta melibatkan lintas sektor dalam peningkatan kapasitas SDM untuk melakukan analisis penyebab KEK ibu hamil dan menyusun program penanggulangannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: pelatihan dan pendampingan pihak perguruan tinggi pada kegiatan analisis permasalahan dan penyusunan program intervensi sehingga terjadi peningkatan kemampuan pemangku program di OPD Kabupaten/ Kota, kecamatan, dan desa, serta pelibatan Bappeda untuk mengawal usulan program intervensi
  • Mendorong adanya kebijakan peraturan daerah yang menjadikan program intervensi ibu hamil KEK menjadi salah satu prioritas program di desa/ kelurahan yang menggunakan dana bersumber dari APBD atau APBDes dengan anggaran yang memadai, dan tertuang dalam peraturan desa, serta dikawal oleh Bappeda. Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran program penanggulangan ibu hamil KEK hendaknya didampingi oleh profesional.
  • Mendorong dilakukannya pelatihan tehnis program tim penyuluh gizi pada ibu hamil ditingkat kecamatan dan desa/ kelurahan yang siap memberikan edukasi dan melakukan intervensi untuk peningkatan berat badan dan LLA ibu hamil melalui PMT tinggi energi dan tinggi protein
  • Mendorong peningkatan pemanfaatan pangan lokal untuk Makanan Tambahan ibu hamil KEK melalui pendidikan gizi yang mengkombinasikan kegaitan untuk meningkatkan pengetahuan gizi ibu hamil juga meningkatkan kemampuan ibu hamil agar mengkonsumi makanan bergizi sesuai kebutuhan pada masa hamil.
  • Perluasan sasaran edukasi gizi sejak dari hulu (calon ibu), dimulai dari peningkatan edukasi gizi pada remaja putri dan calon pengantin agar memahami pentingnya gizi baik pada usia mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline